
Pangeran Trunojoyo dimakamkan di Malang
Tak banyak yang tahu bahwa di Kecamatan Ngantang terdapat Makam Pangeran Trunojoyo, salah seorang pahlawan nasional yang gugur di daerah ini pada 2 Januari 1680 silam. Makam bangsawan asal Madura yang juga keturunan Sultan Agung, Raja Mataram ini bisa menjadi referensi Anda yang menggemari wisata sejarah atau pun wisata ziarah.
Makam Trunojoyo ini tepatnya berada di Bukit Selokurung. Bukit tersebut merupakan saksi bisu perlawanan terakhir pangeran yang bergelar Panembahan Madura tersebut terhadap iparnya sendiri Pangeran Cakraningrat II (Raja Mataram kala itu) yang dibantu oleh pasukan Belanda (VOC).
Masa kecil Pangeran Trunojoyo dididik dan dibesarkan di lingkungan Kraton Mataram yang kala itu dipimpin putra Sultan Agung, yaitu Susuhunan Amangkurat I. Tahun 1648, terjadi perang saudara di Kraton Mataram karena ada perselisihan soal kerjasama dengan VOC (Belanda). Peristiwa ini memakan korban anggota keluarga kerajaan, yaitu Pangeran Cakraningrat I (Raden Praseno), Raden Ario Atmojonegoro, putra pertama Pangeran Cakraningrat I, Pangeran Ario atau Pangeran Alit, adik Susuhunan Amangkurat I dan Raden Demang Mloyo Kusumo, ayah Pangeran Trunojoyo yang berdarah Madura.
Pucuk kekuasan di Madura, sebagai salah satu daerah jajahan Mataram berubah. Raden Undakan, putra kedua Pangeran Cakraningrat I dinaikkan tahta dengan gelar Pangeran Cakraningrat II. Sayang pimpinan anyar ini memerintah dengan semena-mena dan tidak sebijaksana ayahanda.
Pangeran Trunojoyo yang tumbuh sebagai seorang pemuda taat beragama Islam pun tidak suka melihat ketidak-adilan yang terjadi. Maka, Trunojoyo pun kembali ke kampung halamannya di Madura, dan mendapat dukungan dari rakyat setempat untuk memberontak ke Kerajaan Mataram. Dari ujung Bangkalan sampai Sumenep menjulukinya Panembahan Madura.
Pada 13 Oktober 1676, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan Mataram yang dipimpin oleh Adipati Anom di Gegodok. Satu persatu daerah kekuasaan Mataram jatuh kepada Trunojoyo. Susuhunan Amangkurat I pun akhirnya menerima tawaran bantuan dari VOC (Belanda) untuk meredam kekuatan pemberontakan Trunojoyo. Tentunya dengan imbalan pelabuhan di wilayah pesisir pantai utara sebagai bayaran biaya perang.
Cornelis Speelman, pada 29 Desember 1676 berangkat dari Betawi dengan kekuatan lima kapal perang, berisi 1.900 orang pasukan gabungan dari Jepara menyerbu Surabaya. Perang tak dapat terelakkan antara pasukan Trunojoyo dan pasukan Belanda. Kekalahan memaksa Trunojoyo mundur ke Kediri. Pasukan cadangan Trunojoyo di Madura pun tak sanggup mengatasi pasukan Belanda. Namun, di sisi lain, pasukan Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Kartasura, ibukota Mataram, hingga menewaskan Susuhunan Amangkurat I.
Sebelum meninggal, Susuhunan Amangkurat I sempat mengangkat putranya, Susuhunan Amangkurat II sebagai raja pengganti. Namun, senada dengan kepemimpinan sang ayah, raja baru itu kehilangan wibawa lantaran menjalin hubungan dengan Belanda.
Pada Agustus 1678, pasukan Belanda dari Jakarta, Bugis dan Ambon bersama pasukan Mataram dengan jumlah besar bergabung dipimpin oleh Anthonie Hurdt, anggota Raad van Indie. Mereka menyerbu Kediri, pusat pertahanan Pangeran Trunojoyo. Setiap jengkal tanah Kediri dipertahankan mati-matian oleh pasukan Trunojoyo hingga akhirnya pada 25 Nopember 1678 Kediri jatuh ke tangan kompeni Belanda.
Akibatnya, Pangeran Trunojoyo menyingkir ke Blitar dan akhirnya menuju Malang. Wabah penyakit dan kekurangan bahan makanan menambah derita pasukan Trunojoyo. Hal ini memaksa Trunojoyo membawa memutar pasukannya berpindah ke Batu. Jiwanya sempat terguncang ketika sang istri meninggal dunia karena penyakit, disusul kemudian giliran putra lelakinya semata wayangnya.
Akhirnya, sampailah perjalanan pelarian Trunojoyo beserta pasukan di Ngantang. Dengan kondisi jumlah kekuatan pasukan yang semakin berkurang, kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit, Trunojoyo mengatur strategi di Bukit Selokurung. Namun, dalam kurun waktu 15 Desember 1679 hingga 20 Desember 1679 Belanda sukses menangkapi beberapa ratus orang Madura dan Makassar, di antaranya para wanita dan beberapa ekor kuda di bawah pimpinan Kapten Jonker.
Pangeran Trunojoyo sendiri akhirnya juga tertangkap pada 26 Desember 1679 setelah dikepung pasukan Belanda dan Mataram dari segala penjuru bukit. Trunojoyo mengakhiri perlawanan kepada pasukan Belanda karena pertimbangan-pertimbangan yang dijanjikan oleh pamannya yang memimpin Kerajaan Mataram, Susuhunan Amangkurat II. Dengan kedua tangan terikat dengan cinde sutera, 2 Januari 1680 di sekitar tapal batas Kediri Trunojoyo gugur di tangan iparnya sendiri, Susuhunan Amangkurat II setelah ditusuk dengan sebilah keris tanpa perlawanan.
Jasad Pangeran Trunojoyo pun dimakamkan di Bukit Selokurung, yang membentang dari sisi utara ke selatan di sebelah barat Waduk Selorejo, Ngantang. Bagi Anda yang memiliki darah Madura dan ingin berziarah ke makam salah seorang pahlawan asal Pulau Garam tersebut, silakan datang ke Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.