Maret 27, 2023
?>
Gunung Arjuno

Gunung Arjuno

Gunung Arjuno (disebut juga Arjuna) merupakan gunung yang terletak di sebelah barat laut Kota Malang. Menurut sebuah kisah legenda, gunung ini pernah digunakan sebagai tempat bertapa oleh Raden Arjuna, anak ketiga Pandawa 5. Seperti apa kisahnya?

Arjuna adalah putra kedua Prabu Pandu yang memerintah di Kerajaan Hastinapura. Pandu memiliki lima orang anak laki-laki yang dikenal dengan sebutan Pandawa 5. Si sulung bernama Yudhistira, yang kedua bernama Bhima, lalu Arjuna, serta si kembar Nakula dan Sadewa.

Di antara kelima Pandawa, Arjuna terkenal memiliki ilmu kesaktian yang tinggi dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Nama Arjuna sendiri dalam Bahasa Sanskerta memiliki arti yang bersinar atau yang bercahaya. Konon, Arjuna merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, sang Dewa Perang. Sebagai titisan Dewa Indra, tentu saja bisa dipastikan Arjuna menguasai ilmu berperang yang tinggi. Tak hanya sakti, Arjuna juga sangat mahir memanah. Semua kesaktian yang dimilikinya itu didapatkannya dari para Dewa karena ketekunannya bertapa.

Meski demikian, sang Arjuna merasa belum puas dengan kesaktian yang dimilikinya, sehingga dia masih sering bertapa untuk menambah kesaktiannya. Suatu ketika, Arjuna bertapa di puncak gunung dengan ketekunan yang luar biasa, hingga berbulan-bulan lamanya. Saking tekunnya, tubuh Arjuna sampai mengeluarkan sinar yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Hal tersebut sempat menggemparkan kahyangan Suralaya, tempat tinggal para dewa. Kawah Candradimuka mendidih dan menyemburkan muntahan lahar, petir menggelegar di siang bolong. Puncak gunung tempat si Arjuna bertapa pun terangkat ke atas hingga nyaris menyentuh ujung langit. Saking saktinya, jika ada burung yang nekad terbang di atasnya pasti terjatuh, bahkan makhluk apa pun tak berani mengganggu pertapaan sang Arjuna.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan para Dewa. Kemudian mereka pun berkumpul mengadakan sidang yang dipimpin oleh Batara Guru. Dalam sidang itu, para Dewa memutuskan bahwa mereka mengutus Batara Narada yang dianggap sanggup menyelesaikan masalah tersebut. Tanpa basa-basi, Batara Narada pun langsung turun ke bumi. Sang Dewa melakukan penyelidikan agar mengetahui apa yang menyebabkan kahyangan berguncang hebat. Narada terbang berputar-putar di angkasa untuk mencari tahu. Tak butuh waktu lama, mata Narada pun menangkap sosok Arjuna yang sedang bertapa di puncak gunung.

“Cucuku Arjuna, bangunlah dari tapamu. Semua orang bahkan para Dewa akan menjadi celaka bila kau tak menghentikan tapamu,” sabda Narada.

Arjuna sebenarnya mendengar sabda tersebut. Namun keangkuhan justru membuatnya semakin tekun bertapa. Pikirnya, bila dia tidak mau bangun dari pertapaannya pasti Dewa-dewa akan semakin bingung dan akan memberinya banyak senjata dan kesaktian. Meskipun dia sudah menjanjikan berbagai kesaktian, Batara Narada gagal membangunkan tapa Arjuna. Dengan rasa putus asa, Batara Narada akhirnya terbang kembali ke kahyangan.

Setelah Batara Guru mengetahui siapa penyebab kehebohan di kahyangan, dia pun mulai berpikir keras bagaimana memahami apa kemauan Arjuna. Tak lama kemudian, sidang pun kembali digelar dan langsung menemukan cara bagaimana membangunkan sang Arjuna dari pertapaannya. Batara Guru memanggil tujuh bidadari cantik dan memerintahkan mereka untuk turun ke bumi. Mereka membawa misi untuk menggoda Arjuna sampai dia mau mengakhiri pertapaannya.

Ketujuh bidadari itu pun turun ke bumi dan mendarat tepat di tempat di mana Arjuna bertapa. Para bidadari cantik itu mulai melancarkan barbagai jurus jitu untuk merayu, mulai dari rayuan maut menggunakan suara selembut sutera hingga sentuhan membelai si Arjuna. Namun, segala cara yang mereka kerahkan tak sanggup membangunkan Arjuna dari pertapaannya. Nyatanya, Arjuna tidak bergeming, tidak sedikit pun dia tergoda oleh pesona rombongan para bidadari jelita itu. Angkat tangan, mereka pun angkat kaki kembali ke kahyangan dengan sejuta rasa kecewa. Sama kecewanya dengan Batara Guru yang menerima laporan kegagalan utusannya itu.

Batara Guru yang tak kenal kata menyerah, berusaha mencari cara lain. Dipanggilnya para dedemit dan memerintahkan mereka untuk menakut-nakuti Arjuna. Pasukan dedemit yang berangkat ke gunung tempat Arjuna bertapa pun segera beraksi. Mereka menakut-nakuti Arjuna dengan segala cara agar dia mau berhenti bertapa. Namun godaan dedemit ini hanya dicueki oleh Arjuna yang kian khusuk bertapa. Para dedemit yang gagal akhirnya kembali ke kahyangan dan melapor kepada Batara Guru. Mendengar hal itu, Batara Guru semakin galau dan kehabisan akal untuk meredam gejolak yang melanda kahyangan gara-gara kelakuan Arjuna.

Ketika nyaris putus asa, tiba-tiba Batara Guru teringat kepada Dewa Ismaya alias Semar, sosok pengasuh Pandawa di bumi. Batara Narada diutus lagi ke bumi untuk menemui Semar dan menceritakan perihal kelakuan Arjuna. Semar sempat terkejut mendengar tingkah laku Arjuna yang dikenalnya sebagai sosok ksatria yang baik. Semar pun berjanji kepada Batara Guru melalui Narada untuk segera menemui Arjuna untuk membereskan masalah ini.

Setelah termenung cukup lama untuk mencari akal demi menyadarkan Arjuna, Semar mendadak teringat pada adiknya yang bernama Togog dan berniat meminta bantuan padanya. Singkat cerita, kedua kakak-beradik itu segera berangkat ke gunung tempat Arjuna bertapa. Mereka berpencar, dan masing-masing bersemedi di ujung gunung itu. Berkat perpaduan kesaktian Semar dan Togog, tubuh keduanya berubah menjadi tinggi besar melebihi puncak gunung itu. Mereka mengeruk bagian bawah gunung yang melayang itu dan memotongnya jadi dua bagian, atas dan bawah. Puncak gunung dilemparkan ke bumi hingga terdengarlah suara bum.

Suara gaduh itu akhirnya yang membangunkan Arjuna dari tapanya. Arjuna terkejut ketika melihat Semar dan Togog sudah ada di depannya. Arjuna yang tampak linglung lalu bertanya kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi. Semar pun lantas memberinya nasihat.

“Sadarlah, Raden. Raden adalah seorang satria sakti yang disegani setiap orang. Oleh karena itu, Raden harus rendah hati dan tidak sombong. Keangkuhan Raden bisa menimbulkan malapetaka bagi diri Raden, juga bagi orang lain.”

Arjuna yang merasa sangat malu akhirnya sadar dan mengakui kekhilafannya. Tak lupa Arjuna berterima kasih kepada Semar dan Togog yang telah memberinya pencerahan. Semar bersyukur Arjuna telah kembali ke jalan yang benar sebelum Sanghyang Widhi sebagai raja segala dewa murka dan mengutuk perbuatan Arjuna tadi.

Ketiganya segera meninggalkan tempat itu. Sejak saat itu, gunung tempat Arjuna bertapa tersebut dinamai Gunung Arjuna. Sedangkan potongan puncak gunung yang dilemparkan oleh Semar dan Togog diberi nama Gunung Wukir yang kini letaknya di sebelah tenggara Kota Batu.

?>