
Admiranto Wijayadi, Ilustrator Kelas Hollywood Itu Arek Malang - Kreator
Film-film superhero buatan Hollywood seperti Man of Steel, Batman: The Dark Night, dan Transformer selalu sukses membius mata penggemarnya di pelosok dunia dengan ilustrasi gambar kelas wahidnya. Tak disangka, rekaan gambar dalam sekuel film itu tak lepas dari andil seorang ilustrator dari Malang bernama Admiranto Wijayadi.
Selain karakter yang diperankan oleh aktor-aktor ternama, balutan teknologi animasi juga menjadi salah satu hal yang ditonjolkan dalam sebuah film superhero. Sepasang mata penonton akan dimanjakan oleh animasi jempolan buatan tim ilustrator profesional yang tak disangka di dalamnya ada peran seorang putra Indonesia bernama Admiranto.
Sebagian besar orang mungkin akan asing dengan nama pria 37 tahun tersebut, namun tidak dengan para pecinta dunia ilustrasi atau seni cipta gambar karakter komik di Indonesia, bahkan dunia. Admiranto merupakan satu di antara sedikit orang Indonesia yang mampu menembus rumah produksi kelas atas di Amerika macam DC Comic dan Marvel.
Admiranto yang merupakan lulusan sinematografi IKJ (Institut Kesenian Jakarta) mengaku sangat menikmati dunianya tersebut. Tugasnya sebagai seorang “penciller” tidak dipandang sebelah mata di Amerika, karena posisi tersebut lah yang menentukan kreasi sebuah karya, baik komik maupun film. Hanya saja, ada perbedaan di dalam industri komik, karena seniman bertugas menerjemahkan plot cerita ke dalam gambar.
“Pekerjaan ini kayak bikin film. Produser, tetap produser. Penulis cerita, tetap ada penulis cerita. Sutradaranya, ya, si penciller itu sendiri. Penerjemahannya sama, medianya saja yang berbeda,” ungkapnya dalam sebuah kesempatan.
Begitu menamatkan kuliahnya, Admira, begitu dia lebih akrab disapa, bekerja di sebuah perusahaan periklanan. Sejatinya, hobi menggambar, yang bukan jadi dunia utamanya, hanya disalurkan untuk sekedar mengisi waktu senggang. Namun tak bisa dipungkiri, bakatnya di dunia tersebut cukup menonjol.
Berawal dari sejumlah gambar yang diunggahnya di Devianart, sebuah situs galeri yang menampilkan karya-karya seni rupa dan grafis, mendapat sambutan positif. Para penikmat seni disain banyak yang memberikan pujian atas karya-karyanya. Kemunculannya di media sosial Facebook makin membuatnya banyak dikenal publik.
“Atensinya enggak sepele, gambar dilihat itu sampai ribuan orang. Saya baru nyadar, waduh! Ini ada potensi,” katanya.
Karirnya di dunia periklanan hanya bertahan dua tahun. Ia pun memutuskan keluar dan menekuni hobinya sambil menggarap gambar disain ketika ada pesanan datang. Ketekunannya membuat kepiawaian Admira dilirik Imaginary Friends Studio, sebuah studio ilustrasi dan komik yang berpusat di Singapura dan Jakarta.
Kemampuannya meningkat semenjak berada di IFS, bahkan Admira dipercaya memproduksi ilustrasi komik dalam jumlah sangat besar. Pada 2006, hanya dalam waktu enam bulan, ia menggambar tak kurang dari 150 halaman yang terangkum dalam tiga buku. Salah satu yang dibanggakannya, ilustrasi komik Hercules yang turut digarapnya, akhirnya diangkat ke layar lebar.
Banyak pelajaran tentang produksi komik semenjak ia bekerja di Negeri Singa. Tak sekadar mengasah kemampuan, Admira juga belajar tentang apa itu konsep, pewarnaan, penceritaan, dan banyak materi yang diakuinya baru diperoleh dalam kesempatan tersebut.
Sayang, karirnya di luar negeri sempat terguncang akibat efek krisis ekonomi dunia pada 2008, yang turut berimbas pada lesunya industri komik. Meski demikian, Admira memutuskan tetap bergabung dengan IFS, walaupun ia harus dimutasi ke kantor cabang yang ada di Jakarta. Selang dua tahun kemudian, barulah ia mantap untuk pulang dan bekerja di kampung halamannya, Malang.
Sejak tahun 2011, Admira menekuni proyek membangun studio komik bernama Chekydot sambil mendirikan sekolah ilustrasi komik. Sayangnya, kedua rintisan usahanya tersebut tak bisa bertahan lama dan terpaksa harus ditutup.
“Banyak orang menyayangkan waktu saya menutup sekolah itu. Sekolah itu ide bagus. Tapi harus saya ambil langkah. Waktu itu saya belum puas sama animo mereka yang mau belajar nggambar. Mungkin nanti, siapa tahu?” ujarnya.
Pada awal 2014, Admira mencoba bangkit dengan mendirikan Royal Flush Studio. Sebuah ruangan mungil seluas 3 x 2,5 meter di salah satu sudut rumahnya disulap menjadi kantor. Setiap hari, Admira dan keempat seniman muda yang dirangkulnya menggarap pesanan gambar ilustrasi, komik, dan game card. Hampir tiap hari, pesanan selalu menghampiri. Hal itu membuatnya semakin bekerja keras, karena satu halaman komik harus selesai dalam waktu 1-2 hari, sedangkan satu halaman ilustrasi semacam poster wajib dibereskannya selama 3-4 hari. Namun demikian, perlahan tapi pasti kesibukannya membuat Admira tanpa sadar menata kerajaan bisnis barunya tersebut.
“Pekerjaan ada terus. Memang deadline-nya ketat banget. Sekali telat, cabut kontraknya. Tapi sampai sekarang klien masih loyal, ngikut sampai sekarang,” ujarnya.
Admira menyayangkan karya-karya komik buatan negerinya sendiri seperti Gundala dan Godam tak kunjung mendunia. Padahal dari sudut pandangnya, karya-karya para seniman di Indonesia tak kalah bagus dan memiliki potensi untuk go internasional. Menurutnya, faktor yang paling mempengaruhi kegagalan mendunia itu selain tak biasanya orang Indonesia bekerja dengan sistem, juga ketika sukses membuat satu tokoh cerita, tak ada maintain, yang akhirnya membuat ceritanya tidak berkembang.
Kurangnya dukungan pemerintah kepada industri kreatif pun diakui Admira turut mempengaruhi kinerja para seniman seperti dirinya, banyak yang akhirnya memilih berkarir di luar negeri. Hanya segelintir orang seperti dirinya saja, dengan keahlian dan jaringan yang bagus, mampu bertahan di industri tanah air.
Soal pengalaman, Admira sudah cukup banyak bekerja untuk produsen film luar negeri. DC Comic pernah memberinya kepercayaan untuk menggarap komik dan ilustrasi Superman, Batman, Wonder Woman, Cat Woman, Iron Man dan Black Widow. Sedangkan Marvel pernah memasrahkan komik Captain America padanya.
Bahkan, karakter Man of Steel dan beberapa superhero lain dalam sekuel Batman V Supoerman: Dawn of Justice yang tengah booming akhir bulan April 2016 lalu juga merupakan sentuhan tangan emasnya. Tapi, Admira mengaku sudah menyiapkan rencana menggarap karakter dan cerita yang berasal dari idenya sendiri alias “original product”.
“Ada rencana bikin OP (original product), tapi nanti. Soalnya rentetannya panjang. Enggak cuma komik, kita bisa ke game, toys, macem-macem, ke wahana kalau perlu,” pungkasnya.