
Slamet Haryanto dengan alat PLTH karyanya (C) TEMPO
Siapa sangka jika Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, bisa menjadi penghasil mesin Pembangkit Listrik Tenaga Hampa (PLTH). Ide brilian itu berasal dari Slamet Haryanto, yang ternyata hanya lulusan SD.
Slamet awalnya hanya dikenal sebagai tukang dinamo di kampungnya. Dia mendapatkan ilmu seluk beluk tentang kelistrikan lantaran mempelajarinya sendiri dari sang ayah yang juga tukang dinamo. Slamet sendiri awalnya tidak kepikiran bakal mampu menciptakan alat yang disebutnya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Hampa (PLTH) itu.
Cerita berawal dari tahun 1997, ketika Slamet dimintai tolong tetangganya untuk membuat kincir angin untuk menghasilkan tenaga listrik. Setelah diutak-atik, alat yang berhasil dibuat Slamet tidak bisa disebut kincir angin, melainkan sebuah generator yang waktu itu hanya berkapasitas 2000 watt. Dari karya kecil itulah, Slamet mencoba terus mengutak-atiknya, sehingga jadilah PLTH buatannya pada tahun 2008. Sayang, waktu itu kapasitasnya rendah, baru sekitar 1.000 sampai 2.000 watt. Dengan pantang menyerang dan tak mau berpuas diri, Slamet terus mengembangkan alat tersebut hingga mampu bertegangan 220 volt dan daya maksimal 6000 watt. Kini, PLTH buatan Slamet sudah memiliki daya maksimal hingga 15.000 watt.
Ditanya mengenai cara kerja PLTH buatannya, Slamet menjelaskan bahwa alatnya itu dilengkapi dengan panel-panel yang dipasang di bagian atas. Fungsi awal panel tersebut untuk menyimpan daya. Selanjutnya, satu panel berukuran 3 milimeter yang terbuat dari kaca itu bisa menghasilkan daya 1.500 hingga 2.000 watt.
Banyaknya panel yang dipasang menentukan besaran daya yang dihasilkan PLTH ini. Jika ingin menghasilkan daya 10.000 watt, pasang saja 5 unit panel. Setiap satu unit panel membutuhkan tiga kilogram karbon yang di padatkan sebagai sumber dayanya. Slamet menggunakan arang batok kelapa yang dibelinya dari petani tetangganya. Sebenarnya bisa memakai batubara, tapi menurutnya limbahnya berbahaya. Sebagai energi awal, Slamet menggunakan aki berkapasitas enam volt untuk menyalurkan energi awal ke panel. Energi yang disimpan panel akan diolah trafo, mesin, relai dan kapasitor yang fungsinya mengembalikan daya ke panel, sehingga menghasilkan energi listrik.
Slamet tak melayani pesanan secara terbuka, mengingat karyanya itu belum dihakpatenkan. Sejak 2008, ayah tiga anak itu sudah menjual karyanya, meski hanya ke luar Pulau Jawa saja. Slamet berkilah tak ingin keahliannya membuat PLTH diketahui warga masyarakat. Selain itu, ada syarat lain jika ingin menggunakan jasa pembuatan PLTH karyanya. Slamet harus mengetahui lebih dulu alasan pembelian. Selama digunakan untuk kepentingan umum, seperti penerangan di daerah terpencil, Slamet selalu siap melayani.
Pria 51 tahun itu tak mau mematok harga yang mahal untuk PLTH karyanya ini. Biasanya, satu unit PLTH yang berkapasitas 1.000 watt, proses pembuatannya yang memakan waktu tiga hari membutuhkan biaya sekitar empat juta rupiah. Slamet menjual sekitar lima juta rupiah, dengan hanya untung satu juta rupiah saja. Slamet sebenarnya ingin memproduksi alatnya itu secara massal. Karena terkendala biaya, niatan itu selalu tertunda.
Meski penjualannya melalui sistem getuk tular (dari mulut ke mulut), kabar mengenai kehebatan alat buatan Slamet menyebar sampai ke telinga bos-bos perusahaan besar yang akhirnya juga ikut memesan PLTH. PLN yang notabene pemasok listrik negara pun memesan 1.000 unit alat PLTH padanya. Tak ketinggalan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memesan lima unit alat berkapasitas 48 ribu watt. Tak hanya perusahaan lokal, ternyata ada juga beberapa perusahaan asing yang ikut memesan karena penasaran.
Bahkan, Menteri BUMN kala itu, Dahlan Iskan juga tertarik untuk membeli setelah mendengar kehebatan alat buatan Slamet. Bupati Malang, Rendra Kresna pun turut memesan satu alat PLTH buatan Slamet. Rencananya, alat itu akan dipajangnya dalam setiap pameran karya unggulan Kabupaten Malang. Harapannya, ke depan alat PLTH buatan Slamet bisa diproduksi secara masal sehingga turut membantu penerangan di pelosok Kabupaten Malang yang masih kesulitan aliran listrik.
Di sisi lain, dalam sebuah forum di laman Kaskus disebutkan bahwa belakangan ini Slamet dikabarkan belum bisa membuktikan kemampuan alat PLTH buatannya. Dalam postingan itu disebutkan, alat PLTH karya Slamet belum ada yang berhasil bekerja dengan baik. Bahkan, si perakit yang biasa disapa Pak Mbing itu terkena tuduhan penipuan atas karyanya tersebut.