Maret 24, 2023
?>
Eko Cahyono

Eko Cahyono (C) HALOMALANG

Bermula dari kegemarannya membaca, Eko Cahyono, pemuda asal Desa Sukopuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang memutuskan membuat perpustakaan gratis untuk masyarakat sekitar desanya. Banyak cerita dari pendirian tempat yang dinamainya Perpustakaan Anak Bangsa ini.

Sejak didirikan oleh Eko, Perpustakaan Anak Bangsa ini sudah mengkoleksi lebih dari 50.000 buku dengan berbagai jenis. Mulai dari buku ilmu pengetahuan, majalah, koran, komik, resep masakan, kliping hingga novel legendaris seperti “Arus Balik” karya Pramoedya Ananta Toer, atau Harry Potter bisa ditemukan di sini.

Saat ini, Perpustakaan Anak Bangsa sudah memiliki sekitar 8000 anggota yang menyebar di seluruh wilayah Malang, bahkan hingga kota-kota di sekitarnya. Anggotanya mulai dari ibu rumah tangga, tukang ojek, anak sekolah, mahasiswa, hingga guru. Dirintis sejak tahun 1998, banyak rintangan yang dilalui Eko dalam mengumpulkan anggota sebanyak itu.

Eko Cahyono yang merupakan lulusan SMA Negeri Tumpang, memang memiliki hobi membaca untuk meningkatkan wawasan. Hobi ini ingin ditularkannya kepada warga sekitar, terlebih saat itu Eko Cahyono baru saja menjadi korban PHK dari perusahaan konveksi tempatnya bekerja.

Eko Cahyono menumpuk beberapa buku dan majalah di emper rumahnya untuk menarik minat orang-orang. Banyak di antaranya merupakan majalah dewasa yang sekadar digunakannya sebagai pancingan. Selain itu, Eko Cahyono juga menyediakan gitar, dakon, dan permainan ular tangga.
Lama-lama, ternyata minat warga untuk membaca sangat besar. Untuk meladeni minat baca yang besar itu, Eko Cahyono harus menambah koleksi bukunya. Pertama, Eko meminta sumbangan dari para pecinta buku. Bahkan, rela seharian menunggu di depan Toko Buku Gramedia untuk mencari orang yang bersedia menyumbangkan kepadanya beberapa buku yang dibeli, pernah berhasil dilakukannya. Perlahan tapi pasti, koleksi Perpustakaan Anak Bangsa pun bertambah.

Rumahnya semakin sering dikunjungi banyak warga yang ingin membaca. Kegaduhan yang ditimbulkan kehadiran orang-orang yang berkunjung itu menuai kontra dari kedua orang tuanya. Eko Cahyono diberi pilihan menghentikan aktivitas perpustakaan atau melanjutkannya di tempat lain. Opsi kedua dipilihnya, sehingga bungsu dari tiga bersaudara ini harus mencari tempat baru untuk perpustakaannya. Karena tak punya uang, maka sepeda motor satu-satunya dijual untuk mengontrak rumah.

Masalah Eko Cahyono tak berhenti sampai di situ. Perpustakaannya yang berlokasi di tempat baru sempat digerebek warga karena dianggap tempat maksiat. Tuduhan itu hadir lantaran banyak anak muda yang datang ketika malam hari. Bahkan, ada warga yang melaporkan Eko Cahyono ke Polisi dengan tuduhan perpustakaannya menyediakan buku berbau pornografi. Eko Cahyono pun berhasil membuktikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

Eko Cahyono menegaskan bahwa perpustakaannya itu justru memberikan dampak positif pada warga. Dari keterampilan melipat yang didapat dari hasil membaca buku koleksi Perpustakaan Anak Bangsa, ada warga yang berhasil membuat usaha souvenir maskawin pernikahan. Ada pula yang kini mengembangkan usaha keripik pisang dari referensi buku yang dibacanya.

Terbatasnya dana tak lantas membuat semangat Eko Cahyono surut. Meski sempat berapa kali perpustakaannya berpindah tempat, pemuda 35 tahun ini mencoba terus mempertahankannya. Pernah suatu waktu pemilik rumah kontrakan yang disewa Eko Cahyono meminta rumahnya lagi tanpa alasan yang jelas. Demi mendapatkan dana untuk mengembangkan perpustakaannya itu, Eko Cahyono sempat berpikir nekad ingin mendonorkan salah satu ginjalnya pada tahun 2007, meski hal itu akhirnya tak benar-benar terjadi.

Setiap harinya, Perpustakaan Anak Bangsa tentu memiliki kebutuhan operasioan, seperti fotokopi, perawatan, atau membeli alat tulis. Untuk mencukupi kebutuhan ini, Eko Cahyono biasanya ikut menjaga stan-stan pameran buku dengan upah seadanya. Menjual gorengan, hingga mengirim artikel ke media online juga pernah dilakoninya untuk menunjang kebutuhan tersebut.

Pada penghujung tahun 2011, Perpustakaan Anak Bangsa yang masih berupa gubuk sempat dikunjungi oleh Wakil Bupati Malang kala itu, Ahmad Subhan. Eko Cahyono mendapat sumbangan dana yang kemudian digunakannya untuk membeli tanah seluas 12 kali 27 meter. Di tahun yang sama, Yayasan Kick Andy dan PT Amerta Indah Otsuka pun memberikan bantuan untuk mendirikan bangunan permanen di atas tanah yang dibelinya. Alhasil, Eko Cahyono pun tak harus mengontrak dan perpustakaannya tak perlu berpindah-pindah tempat lagi.

Bangunan permanen yang didirikan di antara rumah warga itulah yang saat ini tak hanya menjadi tempat beragam bacaan. Ada pula karya puisi, kliping, origami buatan anak-anak warga sekitar. Perpustakaan ini juga sering dijadikan sebagai tempat diskusi, nonton bareng, dan tentunya membaca buku.

Perpustakaan ini memiliki banyak koleksi nasional, bahkan internasional. Buku koleksi terbaiknya adalah “The Wall Chart of World History – From Earliest Time To The Present” yang berisikan infografis sejarah dunia, yang diklaim Eko Cahyono sebagai yang terpanjang di Indonesia.

Menariknya, bangunan perpustakaan ini dibuat tanpa pintu. Bukannya tak sanggup mencari dana untuk membuat pintu, namun Eko Cahyono sengaja membiarkannya seperti itu. Tanpa pintu, perpustakaan ini buka 24 jam penuh. Menurutnya, tiap anggota mengetahui nomor kartunya sendiri, sehingga misalkan di dalam perpustakaan itu tidak ada siapa pun, mereka yang ingin meminjam bisa mengisi buku pinjam sendiri. Peminjam pun tidak dikenai batas waktu peminjaman maupun denda keterlambatan. Meski demikian Eko Cahyono percaya bukunya tak akan pernah hilang. Prinsip keterbukaan dan kepercayaan ini yang dibangunnya selama bertahun-tehun.

Di etalase kaca yang terletak di samping “Jalan” masuk perpustakaan ini berjajar puluhan penghargaan yang didapat Eko Cahyono. Ada Nugra Jasadharma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional RI, Mutiara Bangsa Bidang Pendidikan, PASIAD Award 2012, Taman Bacaan Kreatif dan Rekreatif Se-Indonesia dari Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal Kemendiknas pada tahun 2011, Kick Andy Heroes 2010, dan lain-lain.

Sementara itu, di halaman depan Perpustakaan Anak Bangsa ditanami puluhan tanaman obat dan sayuran oleh Eko Cahyono. Tanaman-tanaman itu juga sering dimanfaatkan hasilnya oleh warga sekitarnya.

Menurutnya, pepustakaan ini selalu ramai di malam hari, terutama setelah maghrib. Banyak warga sekitar, baik anak-anak maupun ibu-ibu yang datang untuk membaca. Warga di sekitar perpustakaan ini kebanyakan bekerja sebagai petani, maka siang hari mereka lebih sering bergelut dengan pekerjaan di sawah.

Dari waktu ke waktu, minat besar para pembacanya semakin meningkat. Hal itulah yang kini menjadi tantangan baru bagi Eko Cahyono. Pemuda lajang kelahiran 1980 ini menyebut anak-anak setempat sangat haus akan bacaan bermutu. Demi memenuhi permintaan tersebut, Eko Cahyono mengajak siapa saja yang memiliki buku atau bacaan apa pun yang berlebih atau tidak terpakai untuk menyumbangkan ke Perpustakaan Anak Bangsa di Jl. Ahmad Yani, Desa Sukopuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Anda bisa langsung menghubunginya di nomor 085646455384.

Yang paling menarik, orang tua yang dulu sempat “mengusirnya”, kini malah menjadi salah satu pihak yang paling berperan mendorong semangatnya untuk terus mengembangkan Perpustakaan Anak Bangsa. Menurutnya, kuci kesuksesannya adalah mengerjakan apa yang kita bisa, maka Tuhan akan mengerjakan apa yang tidak bisa kita lakukan.

?>