Maret 24, 2023
?>
Alun-alun Malang (C) AKAIBARA

Alun-alun Malang (C) AKAIBARA

Tak jauh berbeda dari kota-kota di Pulau Jawa, Malang memiliki alun-alun sebagai pusat aktivitas berkumpulnya masyarakat. Hanya saja, kota kebanggaan Aremania ini memiliki dua alun-alun yang berfungsi hingga kini.

Alun-alun Kota Malang yang pertama terletak di depan Masjid Jami’. Alun-alun yang dibangun pada tahun 1882 ini memiliki bentuk pembagian fungsi bangunan yang berbeda dari alun-alun di kota lain. Salah satu hal tampak cukup aneh adalah letak Pendopo Kabupaten Malang yang tidak berhadapan dengan Kantor Asisten Residen seperti lazimnya di kota-kota lain di Pulau Jawa.

Dalam buku ‘Dua Kota Tiga Zaman’, Purnawan Basundoro berpendapat bahwa struktur alun-alun yang berbeda itu dapat diartikan bahwa alun-alun Malang sejak awal berdirinya, merupakan alun-alun utama bagi Pemerintah Kolonial Belanda. Namun demikian, dalam perkembangannya, seiring makin banyaknya orang Belanda yang datang ke Malang, bentuk alun-alun dan fungsinya tersebut sudah dianggap tidak ideal. Petinggi Belanda menilau alun-alun Malang terlalu bergaya khas Jawa.

Orang-orang Belanda pada generasi baru tersebut menganggap bahwa pusat pemerintahan sudah seharusnya dipindahkan dari daerah alun-alun ke tempat yang lebih layak. Gagasan mengenai bentuk kota yang lebih bercorak barat ini dapat terwujud setelah Kota Malang menyandang status Gementee pada tahun 1914. Seiring diputuskannya status tersebut sebagai hari lahirnya Kota Malang, pusat pemerintahan pun dipindahkan ke Balaikota Malang.

Walaupun kaum pembaharu ingin menjauhkan konsep Jawa pada pusat pemerintahan yang baru ini, nuansa Jawa masih sangat kental. Pada umumnya, kota di Pulau Jawa memiliki letak pusat pemerintahan yang menghadap ke utara dan terdapat sebuah alun-alun di depannya. Hal ini ternyata masih cukup kental terjadi di pusat pemerintahan Kota Malang. Pasalnya, Balaikota Malang memiliki halaman luas di depannya. Tanah lapang itu dikenal sebagai J.P. Coen Plein, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Alun-alun Bunder.

Seiring bekkembangnya kota, saat tak dijadikan lagi sebagai pusat pemerintahan oleh Belanda, alun-alun yang berada di depan masjid Jami’ ternyata benar-benar dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat. Pada masa itu, banyak kaun pedagang yang berjualan di alun-alun tersebut. Pindahnya pusat pemerintahan seolah membawa berkah bagi mereka, juga rakyat pribumi.

Sedangkan Alun-alun Bunder sendiri, walau kini juga akhirnya menjadi salah satu tempat favorit warga Malang untuk menghabiskan waktu luang, fungsinya lebih menampilkan nuansa pemerintahan dan sebagai ikon sekaligus simbol wibawa dari Kota Malang.

Hingga saat ini, sudah lebih dari 100 tahun Malang ‘merdeka’ dari cengkraman Belanda, kedua alun-alun tersebut masih eksis. Fungsinya juga sudah berkembang lebih dari sekedar pusat pemerintahan, melainkan sebagai ruang terbuka hijau yang sangat bermanfaat bagi warga Malang.

?>