
Tradisi Sungkeman ajarkan kita banyak hal (C) AHMAD NUFIANDANI
Sebagai bagian dari masyarakat Jawa, Malang pun punya tradisi sungkeman di hari lebaran. Tradisi turun-temurun dari zaman nenek moyang ini jangan sampai dihilangkan, mengingat arti pentingnya bagi generasi penerus.
Setiap Hari Raya Idul Fitri tiba, selalu menjadi momen maaf-memaafkan antar umat muslim di dunia. Saling memaafkan itu juga melibatkan pribadi seorang anak kepada orang tuanya. Secara umum, kondisi ini melibatkan mereka yang lebih muda dengan orang yang usianya lebih tua atau yang secara silsilah berada di atasnya.
Di hari H lebaran, tepatnya begitu pulang dari pelaksanaan Shola Ied, biasanya para anggota keluarga akan berkumpul di rumah. Sebelum menyantap hidangan khas lebaran, seperti opor ayam, ketupat sayur, dan lain-lain, maka momen sungkeman menjadi hal yang wajib dilakukan. Biasanya anggota keluarga besar berjajar dari yang paling tua secara tingkatan silsilah keluarga. Yang lebih muda atau yang lebih rendah urutan silsilahnya terlebih dahulu melakoni tradisi sungkeman ini kepada yang lebih tua. Lalu, belanjut hingga orang terakhir.
Tradisi sungkeman ini dinilai dapat menjadi salah satu pembelajaran positif agar generasi muda selalu menghormati orang yang lebih tua, lebih-lebih orang tua sendiri. Khusus kepada orang tua kandung, trandisi semacam ini dapat menjadi wadah untuk merefleksikan diri kita sewaktu kecil dulu, tentang bagaimana sabarnya perjuangan seorang ibu.
Apalagi ketika orang tua, khususnya sosok ibu, sudah lanjut usia, tentunnya tradisi sungkeman ini akan menjadi kesempatan bagi seorang anak untuk menunjukkan cinta kasihnya. Tradisi bagus ini juga sekaligus menjadi cara untuk mengingatkan seorang anak agar terus berbakti kepada orang tuanya.
Tanpa disadari, tanpa kedua orang tua, kita bukanlah siapa-siapa. Merekalah yang selayaknya menjadi inspirasi dalam kehidupan. Sebab, kunci kesuksesan seorang anak itu juga terletak pada restu kedua orang tua, terutama ibu. Merekalah yang paling telaten membimbing anak-anaknya menjadi sosok yang mau belajar agar bermanfaat untuk masyarakat banyak.
Beruntungnya, usai menjalani tradisi sungkeman ini biasanya salam tempel, galak gampil atau angpao dari orang tua atau mungkin kakek nenek telah menanti. Lembaran amplop, yang biasanya berisi uang baru itu bisa jadi sebagai bentuk apresiasi atas bakti kita yang telah melestarikan tradisi sungkeman di hari lebaran.
Dengan melestarikan tradisi ini, maka kita turut menjaga warisan leluhur yang mengajarkan kita budi pekerti dan budaya yang bernilai tinggi. Maka, sudah sepatutnya tradisi sungkeman ini tetap dilakukan setiap lebaran secara turun-temurun dan terus diperkenalkan kepada generasi muda penerus peradaban.