
Tradisi ater-ater masih kental di Malang (C) RRI.CO.ID
Di zaman yang sudah modern ini, ternyata warga Malang masih melakukan beberapa tradisi leluhur. Salah satunya tradisi ater-ater, yakni membagi-bagikan makanan kepada tetangga sekitar.
Kata “ater” sendiri berasal dari Bahasa Jawa, yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti antar. Tradisi ini dilakukan pada hari-hari akhir di bulan Ramadan menjelang hari H lebaran. Ada pula yang dilakukan di hari H di masjid-masjid terdekat, tepatnya setelah pelaksanaan Sholat Ied.
Tiap rumah atau kepala keluarga biasanya memberikan sebuah paket berupa makanan kepada tetangga dan sanak saudara. Tiap rumah membuat paket makanan sejumlah tetangga dan kerabat yang akan diberi. Biasanya dibagikan menjelang buka puasa.
Paket makanan ini kadang ditempatkan di sebuah kotak karton, foam, mangkok plastik ataupun piring. Isinya tentu nasi, sayur dan beraneka macam lauk keringan, seperti ayam, telor, sambal goreng tempe atau kentang, mie, bihun, dan lain-lain. Selain itu, jika beruntung, terdapat buah-buahan seperti pisang, semangka atau yang lainnya.
Tradisi ater-ater bisa dibilang sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di sebagian warga Malang sejak dahulu kala, terutama di wilayah kabupaten. Rasanya, akan tampak aneh jika sebuah keluarga tak melakukannya. Tak heran jika beberapa hari jelang lebaran, warga disibukkan dengan persiapan memasak bahan-bahan yang akan dijadikan paket ater-ater.
Secara filosofis, tradisi ater-ater ini memiliki makna ungkapan rasa syukur bisa melalui bulan Ramadan dengan berpuasa penuh. Tradisi ini sekaligus untuk menyambut datangnya Idul Fitri.
Di sebagian tempat, tradisi ater-ater ini juga dilakukan di H+7 lebaran. Namun, berbeda dengan ater-ater menjelang lebaran, kali ini paket makanannya berisi ketupat, sayur santan seperti opor, lotong, kadang juga ada bonus lepet, dan lain-lain. Warga sering menyebut tradisi ini dengan nama kupatan.