
Ratemat Abu, Siang Mbecak, Malam Ngajar (C) LIPUTAN6.COM
Tukang becak adalah profesi yang dijalani Ratemat Abu sehari-hari. Namun, di tengah kesibukannya mencari sesuap nasi itu, setiap malam masih disempatkannya untuk menjadi pengajar bagi anak-anak kurang mampu di sekitar rumahnya.
Rumahnya yang sangat sederhana terletak di Jalan Tanjung Putra Yudha I Kota Malang. Sebuah becak terparkir rapi di halaman rumah yang berdinding bambu tersebut. Becak itu selalu pulang kandang sebelum senja tiba. Sebab, sang pemilik harus mengganti ‘seragam kerjanya’ sebagai penarik becak menjadi guru.
Ada sebuah bangunan di samping rumahnya yang hanya disekat dinding bambu. Sedarhana, tapi cukup untuk menampung ‘anak didik’ Abu. Setiap malam, bangunan yang agak lebih luas dari bangunan utama rumahnya selalu ramai oleh anak-anak seumuran TK dan SD. Mereka belajar bersama di bawah bimbingan Abu. Kelompok belajar itu sudah didirikannya sejak tahun 2014 lalu.
“Kalau Minggu, anak-anak itu belajar bersama mulai pukul 09.00-12.00. Mereka sebagian besar adalah anak kampung sini juga,” ujar Abu.
Saat mengajar, Abu lebih memprioritaskan tiga mata pelajaran, yakni agama, sejarah, dan matematika. Alasannya simpel, karena ketiga hal itu dinilai sangat penting bagi pendidikan dasar para seusia anak-anak. Metode belajar yang dipakai Abu pun lebih banyak dengan bercerita dengan tujuan membuat anak-anak lebih betah dalam belajar. Menariknya, semua itu dilakukannya tanpa memungut biaya sepeser pun dari orang tua murid.
Dari hari ke hari jumlah muridnya terus bertambah. Rumah yang dikontraknya seharga 200 ribu rupiah per bulan itu semakin dipenuhi oleh murid asuhannya. Saat ini tercatat sudah ada 40 anak yang belajar di tempat Abu.
Namun kini, tugas Abu mengajari mereka sedikit terbantu oleh keberadaan kelompok-kelompok mahasiswa sekitar rumahnya yang bersedia menjadi tim pengajar. Setiap periode, mereka silih berganti mengajar anak-anak desa setempat. Mereka pun bekerja dengan modal ikhlas, karena Abu sama sekali tak mau menarik sepeser pun dari kantong orang tua muridnya.
Dibentuknya kelompok belajar itu berawal dari kisahnya yang suatu waktu berpapasan dengan seorang anak yang pulang sekolah dengan menangis. Bocah SD itu mengaku disuruh pulang oleh gurunya lantaran belum mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Hal itu membuat hati Abu iba, dan menyuruh anak itu untuk datang ke rumahnya di malam hari untuk mengerjakan PR.
Anak-anak di sekitar rumahnya memang bukan anak-anak pada umumnya. Kondisi keuangan keluarga memaksa mereka bersekolah sambil bekerja mencari uang untuk membantu mencukupi biaya hidup sehari-hari. Kegiatan di luar sekolah itulah yang membuat mereka kadang keteteran dalam mengerjakan PR. Maka, membantu mereka yang kesulitan dalam belajar dipilih sebagai salah satu didirikannya kelompok belajar tersebut.
Setiap harinya, lulusan sekolah pamong, sekolah peninggalan kolonial Belanda itu mangkal untuk menarik becak di depan kantor Kwarcab Pramuka di kawasan Pasar Splendid, Kota Malang. Abu bisa mengumpulkan uang mulai dari 30 ribu hingga 50 ribu rupiah.
Pria yang lahir di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan itu menegaskan bahwa berbuat baik tak harus menjadi kaya terlebih dahulu. Terbukti, seorang tukang becak pun bisa berbagi dengan sesama, tanpa mengurangi aktivitasnya dalam mencari nafkah sehari-hari.