Maret 27, 2023
?>
PAUD Arema, Wujud Arema Bukan Sekadar Klub Sepakbola (C) RADAR MALANG

PAUD Arema, Wujud Arema Bukan Sekadar Klub Sepakbola (C) RADAR MALANG

Memakai nama sebuah klub sepakbola untuk nama sekolah bisa jadi bukanlah hal yang lazim, seperti halnya yang dilakukan PAUD Arema. Pendidikan Anak Usia Dini yang terletak di Jalan Nakula No 11, Kelurahan Polehan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang ini mungkin menjadi satu-satunya sekolah yang memakai nama klub sepakbola di Indonesia.

“Kami ini PAUD Arema, kami selalu rajin belajar. Di mana pun berada, kami selalu ada. Karena kami PAUD Arema”. Sekitar 20 anak kelas B PAUD tersebut menyanyikan petikan bait chant (lagu yang biasa dibawakan suporter) Aremania -suporter Arema- yang digubah. Chant tersebut dinyanyikan dengan penuh semangat oleh para siswa yang rata-rata berusia 5 tahun. Mereka sudah menghafal chant ini di luar kepala. Ajaib, ketika suasana ruang kelas berukuran 2,5 kali 5 meter yang ditempati PAUD ini sedang gaduh, maka chant tersebut bisa jadi senjata ampuh. Begitu sang guru menyuruh anak-anak menyanyikan chant tersebut, suasana kelas menjadi tertib, bahkan anak-anak yang tadinya lari-lari langsung kembali ke tempat duduknya.

Sejak didirikan oleh Titin Suhartini bersama rekan-rekannya di tahun 2010, PAUD Arema memang memiliki banyak keterbatasan, terutama soal pendanaan. Lokasi PAUD ini berada di tengah permukiman padat penduduk. Hanya ada satu bangunan dengan satu ruang kelas yang dimiliki PAUD Arema. Kondisinya pun bisa dibilang sangat sederhana dengan kondisi semua sisi dindingnya, baik di bagian luar maupun dalam, belum dicat. Atap gedung ini hanya berupa asbes gelombang yang hanya disanggah bambu. Sementara itu, lantainya berupa plesteran semen. Namun, hal itu tak mengurangi kehangatan proses kegiatan belajar-mengajar tiap harinya yang dimulai pukul 09.00 WIB.

Fasilitas di PAUD ini juga serba minimalis. Hanya ada lemari kayu, papan tulis kapur, dan puluhan meja lipat untuk siswa. Mainan yang dimiliki hanya berupa puzzle. Sebenarnya di halamannya masih ada sebuah perosotan, yang kondisinya tak layak pakai.

Selain itu, hanya tersedianya satu ruang kelas, maka kegiatan belajar-mengajar harus dilakukan secara bergantian. Kelas B (usia 5-6 tahun) mendapatkan kesempatan lebih dulu, belajar mulai pukul 07.00-09.30. Baru setelah itu, giliran siswa kelas A (6-7 tahun), yang belajar mulai pukul 09.30-11.00.

Dengan segala keterbatasan sekolah PAUD yang didirikannya, Titin tak ingin mengeluh. Bahkan, dia menyebut kondisi saat ini jauh lebih baik ketimbang enam tahun lalu atau saat awal berdirinya PAUD tersebut. Titin mengisahkan, bahwa dulu sebelum memiliki gedung permanen, proses belajar-mengajar PAUD Arema dilakukan di tempat yang lebih mirip gazebo.

Berdirinya PAUD Arema berawal dari gagasan Titin yang menggandeng Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Polehan untuk mendata warga di 20 RT. Dari pendataan itu ditemukan 20 anak usia jelang SD yang tidak bersekolah. Alasannya jelas, mereka tidak punya biaya untuk bersekolah karena berasal dari warga kurang mampu. Ke-20 anak ini berasal dari keluarga dengan bermacam-macam latar belakang pekerjaan, mulai dari pemulung, pedagang asongan, hingga pedagang kaki lima (PKL). Dengan penghasilan yang tak menentu, tentu sulit bagi mereka untuk mencukupi biaya sekolah untuk anak mereka. Sebagai solusi, didirikanlah PAUD Arema tersebut.

Kala itu, Titin dan rekan-rekannya bisa dibilang bondho nekat. Hanya bermodalkan uang sebesar 50 ribu rupiah saja, saat itu wanita 42 tahun tersebut berusaha mendirikan PAUD Arema sendiri. Uang tersebut digunakan untuk membeli bahan-bahan penghias ruangan. Awalnya, mereka meminjam salah satu ruangan bimbingan belajar (bimbel) milik Titik Pusporini, salah seorang pendiri PAUD Arema yang kini menetap di Jogjakarta. Lokasi ruang bimbel tersebut berada di depan pemakaman umum Polehan. Bangunan itu menjadi tempat kegiatan PAUD pada pagi harinya, dan bimbel kala sore. PAUD Arema baru pindah ke lokasi sekarang, Jalan Nakula sejak 2012.

Awalnya, PAUD tersebut hanya diberi nama Taman Pendidikan Anak Usia Dini. Namun tak lama kemudian, muncul ide untuk menggunakan nama Arema. Hal ini berhubungan dengan latar belakang siswa PAUD tersebut. Mereka sering diajak orang tua ngasong (berdagang asongan) di stadion saat Arema bertanding. Tak heran jika anak-anak tersebut hafal chant yang dinyanyikan kelompok suporter Aremania.

Saat pertama kali menggunakan nama Arema, terlintas sebuah kekhawatiran. Titin takut ditarik royalti ketika memakai nama klub tersebut untuk nama PAUD. Namun, setelah bertemu dengan Sudarmaji, Media Officer Arema, pihak klub memberikan izin untuk menggunakan nama Arema.

Di PAUD Arema ini, setiap guru maksimal mengajar tiga kali sepekan. Tiap bulannya, mereka hanya dibayar 150 ribu rupiah atau 12.500 rupiah per pekannya. Kondisi ini terjadi karena PAUD Arema selama ini tidak menarik pungutan dari orang tua siswa. Namun demikian, kadang-kadang, ada orang tua siswa yang memberikan donasi secara cuma-cuma. Donasi yang masuk itu lebih sering ada di bulan puasa.

Pada momen HUT Arema ke-29, pada 11 Agustus lalu, PAUD Arema mendapatkan donasi 2 juta rupiah dari manajemen Arema. Nominal tersebut tentu cukup berarti bagi PAUD ini. Donasi tersebut dikumpulkan dari hasil penjualan 200 buku karya tim Media Officer Arema: Buka-Bukaan Arema. Total uang itu berasal dari menyisihkan sebagian dari penjualan buku yang laku di pasaran.

Buku Buka-Bukaan Arema yang berisi cerita-cerita sisi lain perjalanan Arema selama 29 tahun perjalanan klub itu dibanderol 30 ribu rupiah. Dijelaskan Sudarmaji, dari harga buku itu, 20 ribu merupakan ongkos produksi cetak. Sisanya dinonasikan kepada PAUD Arema.

?>