
Jalan-jalan ke Pesarean Eyang Jugo di Gunung Kawi - malangvacation.com
Pesarean Eyang Jugo yang berada di lereng Gunung Kawi, tepatnya di Kecamatan Wonosari menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Malang. Selain itu, tempat ini sering diselewengkan sebagian orang untuk mencari pesugihan.
Pertama tiba di kawasan ini, sebelum menjumpai Pesarean Eyang Jugo, Anda akan disambut oleh sebuah pintu gerbang menuju lokasi petilasan. Setelah itu, sebuah jalan bertangga sepanjang satu kilometer yang menyerupai lorong panjang akan mengantarkan Anda sampai ke pusat petilasan.
Area petilasan yang luasnya kurang lebih tiga hektar ini memiliki beberapa kompleks bangunan permanen. Bangunan pertama adalah padepokan Eyang Jugo. Di atasnya, Anda akan melihat sebuah kompleks klenteng yang berdiri berdampingan dengan sebuah masjid. Di kompleks klenteng ini terdapat tiga buah bangunan utama yaitu kuil Kwan Im, kuil yang dipercaya untuk mohon berkah; kuil Ciam Si, kuil untuk meramal nasib; dan kuil Tek Kong, kuil ini umumnya untuk bersembayang. Terdapat belasan lilin berukuran raksasa di dalam klenteng ini.
Setelah itu, Anda akan menjumpai gerbang utama, yang memiliki posisi tertinggi dalam kompleks petilasan. Di sini terdapat dua bangunan utama yang merupakan bangunan induk petilasan. Bangunan pertama berisi dua makam. Meski memiliki penerangan yang remang-remang, bangunan ini menjadi yang paling ramai dikunjungi orang. Makam pertama adalah makam Eyang Jugo atau Kanjeng Panembahan Jugo dan makam kedua adalah makam Imam Sujono yang wafat pada hari Selasa Wage malam Rabu Kliwon, 8 Februari 1876. Sementara bangunan kedua adalah sebuah masjid.
Kompleks makam Eyang Jugo ini tiap harinya dikunjungi oleh banyak peziarah dan wisatawan dari berbagai daerah di luar Kabupaten Malang. Namun, jumlah peziarah dan wisatawan itu biasanya akan meningkat pada hari Kamis Pon malam Jumat Legi. Puncaknya, pada bulan Suro tanggal 12 penanggalan Jawa, jumlah pengunjung bisa mencapai ribuan dengan mengendarai mobil pribadi atau berombongan menggunakan bus. Tanggal dan bulan itu merupakan hari kelahiran (haul) dari Eyang Jugo. Pengunjung yang datang tak hanya dari Malang, Surabaya, Blitar, namun juga datang dari seluruh Indonesia, bahkan mancanegara dan memiliki berbagai latar belakang tingkatan sosial masyarakat yang berbeda.
Situs makam utama ini terdiri dari dua makam, yakni makam Eyang Jugo atau Kyai Zakaria I dan makam R.M. Imam Sujono. Kyai Zakaria II adalah putra Kyai Zakaria I, cucu Pangeran Diponegoro. Sedangkan R.M. Sujono, menurut prasasti yang dibuat tahun 1985 adalah putra Raden Ayu Tumenggung Notodipo, cucu Pangeran Haryo Blitar, buyut Sri Sultan Hamengkubuwono I. Sesuai dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pengageng Kantor Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta Hadiningrat Nomor 55/TD/1964 yang ditandatangani K.T. Danoehadiningrat, dijelaskan bahwa Kanjeng Kyai Zakaria I adalah putra Bandoro Pangeran Haryo Diponegoro. Kyai Zakaria memiliki putra R.M. Soeryokoesoemo atau R.M. Soeryoatmodjo. Karena kemampuannya yang luar biasa di bidang agama, Susuhunan Pakubuwana V memberi nama (peparing dalem asma) seperti ayahandanya yakni Kyai Zakaria II.
Eksodus besar-besaran dilakukan para pengikut Pangeran Diponegoro seusai sang pemimpin tertangkap di Magelang yang sekaligus mengakhiri episode Perang Jawa (1825-1830). Eksodus ini menuju ke daerah-daerah baru di pedalaman Jawa bagian selatan. Para pengikut itu kemudian membangun pemukiman baru dan membentuk desa-desa, termasuk yang datang di daerah Kabupaten Malang bagian selatan. Pemukiman-pemukiman baru itu umumnya diberi nama menurut asal-usul daerah para pengikut Pangeran Diponegoro itu berasal. Tak heran jika di Kabupaten Malang bagian selatan terdapat nama-nama desa atau pedukuhan yang sama dengan nama daerah di Jawa Tengah, seperti Purworejo, Mentaraman, Pekalongan, Wonorejo, termasuk Desa Wonosari tempat pesarean Eyang Jugo ini.
Masyarakat sekitar tak banyak yang mengetahui detail sejarah keberadaan Pesarean Eyang Jugo. Mereka hanya meyakini bahwa Eyang Jugo dan Eyang R.M. Sujono adalah dua tokoh yang memiliki berbagai kekeramatan di mana setelah mereka berdua wafat, makamnya dijadikan pusat ziarah untuk mencari berkah dan meminta sesuatu sesuai niatnya. Meski diyakini bahwa kedua makam itu bisa memberi berkah dan mengabulkan segala permintaan peziarah, namun kebanyakan masyarakat hanya menganggap kekeramatan makam itu, terutama Eyang Jugo, berkaitan dengan kekayaan. Umumnya, mereka yang merasa berhasil setelah berziarah ke makam Eyang Jugo adalah masyarakat keturunan Tionghoa.
Pesarean Eyang Jugo pada dasarnya bukan sekedar kompleks makam yang sudah dibangun sedemikian rupa megahnya hingga menghilangkan unsur kekunoannya. Selain terdapat bekas padepokannya yang terletak di bagian bawah kompleks makam yang juga sudah dibangun sangat megah, ada pula tempat mandi Eyang Jugo dan R.M. Imam Sujono yang dikenal dengan nama mata air Sumber Urip dan Sumber Waras. Keduanya mata air yang terletak di bawah kompleks makam ini sampai sekarang diyakini peziarah dapat memberi berkah.
Pesarean Eyang Jugo yang terletak di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang ini berjarak sekitar 50 kilometer ke arah barat daya dari Kota Malang. Lokasinya berada di lereng pegunungan Kawi dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Pegunungan Kawi oleh masyarakat Kota Malang disebut juga Pegunungan Putri Tidur, karena bentuknya menyerupai seorang putri yang tidur berselimut sutera biru, dan di posisi kepala sang putri itulah petilasan ini berada.
Anda bisa memilih beberapa rute yang bisa dijangkau untuk menuju ke pesarean tersebut. Jika dari Kota Malang, bisa naik angkutan dari terminal Gadang (Hamid Rusdi) dengan jurusan Kepanjen dan turun di terminal. Perjalanan dilanjutkan naik angkutan pedesaan menuju Desa Wonosari. Sedangkan dari Kota Blitar, dapat naik bus jurusan Malang turun di pertigaan Desa Talangagung. Silakan lanjutkan perjalanan dengan naik angkutan pedesaan warna biru menuju ke Wonosari. Total perjalanan dari Kota Malang memakan waktu dua jam sebelum memasuki kawasan Desa Wonosari.