Maret 24, 2023
?>
Mengintip Koleksi Senjata di Museum Brawijaya Malang

Mengintip Koleksi Senjata di Museum Brawijaya Malang

Didirikan sejak tahun 1968, Museum Brawijaya yang berada di Jalan Ijen, No. 25 A, Kota Malang ini menyimpan beragam koleksi bersejarah dari zaman perang kemerdekaan melawan penjajah. Sebagai salah satu objek wisata sejarah ternama di Kota Malang, menarik untuk mengintip koleksi senjata di museum yang berdiri di atas lahan seluas 10.500 meter persegi tersebut.

Beragam senjata terpajang di ruangan museum yang berada di bawah naungan Kodam V Brawijaya ini. Koleksi senjata yang disimpan museum ini terdiri dari berbagai jenis dan tipe. Sejata-senjata itu sebagian merupakan senjata sederhana hasil rakitan para pejuan Republik Indonesia kala itu. Namun, tak sedikit koleksi senjata itu berasal dari senjata-senjata hasil sisa rampasan perang milik penjajah Belanda, Jepang dan Sekutu. “Mereka” menjadi saksi biru perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.

Dari halaman depan Museum Brawijaya, pengunjung akan disambut dengan koleksi senjata tank lapis baja. Ada tank buatan Jepang hasil rampasan arek-arek Suroboyo pada bulan Oktober 1945. Tank ini kemudian digunakan untuk melawan sekutu dalam perang 10 November 1945. Di sebelahnya ada senjata Penangkis Serangan Udara (PSU) yang dikenal dengan nama Pompom Double Loop. Senjata ini direbut oleh pemuda BKR (Barisan Keamanan Rakyat) dari tentara Jepang dalam suatu pertempuran pada bulan September 1945. Kemudian, senjata ini mereka pakai dalam rangka mempertahankan kemerdekaan baik dari serangan tentara Sekutu maupun tentara Belanda yang ingin kembali menduduki wilayah Indonesia. Hebatnya, dalam sebuah pertempuran di barat Bangkalan, Madura, senjata tersebut berhasil menembak jatuh dua pesawat tempur Belanda.

Masih di halaman depan, Anda akan melihat penampakan Meriam 3,7 Inch (si Buang) yang dirampas dari Belanda dalam serangan 10 Desember 1945 yang dilancarkan pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan dibantu oleh para laskar pejuang lainnya terhadap kedudukan tentara Belanda di pos pantai Desa Betering. Dalam pertempuran sengit yang berlangsung hampir 6 jam tersebut, gugur seorang prajurit TKR bernama Kopral Buang. Untuk mengenang jasa-jasa prajurit tersebut kemudian meriam ini diberi nama ‘Si Buang’.

Masuk ke halaman belakang museum, terdapat Tank Amfibi AM Track yang pernah digunakan oleh tentara Belanda yang hendak menduduki Kota Malang saat terjadinya Agresi Militer I. Namun, tank tersebut sempat dihadang oleh perlawanan sengit anggota TRIP (Tentara Rakyat Indonesia Pelajar) di Jalan Salak dan sekitar Lapangan Pacuan Kuda. Pertempurah hebat terjadi antara pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan canggih saat itu dengan pasukan TRIP yang persenjataannya sangat minim. Akibatnya, 35 orang anggota pasukan TRIP gugur, dan jenazah dimakamkan dalam kuburan massal di sebelah utara ujung timur Jalan Salak yang kemudian dinamai Taman Makam Pahlawan TRIP Malang. Tank bersejarah itu sekarang bersemayam di dalam Museum Brawijaya.

Menengok ke Ruang Koleksi I, Anda akan melihat benda-benda koleksi dari tahun 1945-1949. Koleksi senjata yang dipamerkan mulai dari pedang samurai sebagai kelengkapan perwira Jepang yang berhasil direbut TKR dari tentara Jepang di perkebunan Ngrakah, Sepanon, Kabupaten Kediri, senjata buatan pabrik senjata Mrican, Kediri tahun 1945-1946, hingga senjata-senjata hasil rampasan. Ada juga peralatan yang pernah dipakai Jenderal Sudirman saat memimpin gerilya di Desa Loceret, Bajulan, Nganjuk. Terdapat pula senjata peninggalan TRIP yang pernah dipakai dalam pertempuran di Gunungsari pada tanggal 28 November 1945 silam. Selain senjata, ruang koleksi ini juga memamerkan peta, lukisan, mata uang lawas, mobil kuno, panji-panji kesatuan tentara, dan lain-lain.

Beranjak ke Ruang Koleksi II, Anda akan disambut oleh benda-benda koleksi dari tahun 1950-1976. Di ruangan ini Anda akan melihat koleksi senjata berupa meriam dan bejana besi, senjata rampasan dari pemberontakan PRRI/Permesta, peralatan perang yang pernah digunakan pasukan Brawijaya untuk merebut Irian Barat pada Operasi Trikora pada tanggal 19 Desember 1961, hingga peralatan perang tradisional rakyat Irian Jaya (sekarang Papua). Ada pula senjata-senjata hasil rampasan Operasi Trisula dalam rangka penumpasan sisa-sisa komunis di Blitar Selatan pada tahun 1968. Anda pun dapat melihat senjata-senjata hasil rampasan Operasi Seroja di Timor Timur oleh pasukan Brawijaya tahun 1975-1976.

?>