Maret 21, 2023
?>
Laskar Sabilillah (C) perpusnas.go.id/perpusnas.go.id

Laskar Sabilillah (C) perpusnas.go.id/perpusnas.go.id

Malang pernah memiliki pasukan hebat dari kalangan sipil bernama Laskar Sabilillah. Pasukan ini terdiri dari para santri berani mati yang dipimpin oleh sang panglima peran, KH Masjkur.

Laskar ini turut ambil bagian mempertahankan kemerdekaan saat perang meletus di Surabaya pada 10 November 1945. Pasukan Laskar Sabilillah turut melawan pasukan Sekutu di ibukota Jawa Timur itu mengingat letak Malang yang tak jauh dari Surabaya sebagai arena perang.

Sebelum terbentuknya laskar ini, salah satu wadah umat Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mencetuskan Resolusi Jihad pada 22 oktober 1945. Selanjutnya, dibentuklah berbagai laskar sebagai usaha memperjuangkan kemerdekaan yang baru seumur jagung. Maka, muncul lah Laskar Sabilillah dan laskar Hizbullah di Jawa Timur, yang dibentuk dengan tujuan untuk membantu perjuangan para tentara militer.

Malang sendiri akhirnya menjadi pusat kegiatan Laskar Sabilillah. Lokasi ini dianggap strategis karena Malang letaknya dekat dengan Surabaya sebagai salah satu pusat pertempuran besar. Selain itu, secara geografis, Malang terletak di dataran tinggi yang diapit banyak gunung, sehingga sangat memungkinkan menjadi basis benteng pertahanan alam. Secara kebetulan, sang panglima perang Laskar Sabilillah, KH Masjkur juga berasal dari Malang.

Beberapa hari jelang meletusnya pertempuran di Surabaya, sejumlah kompi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kelak menjadi TNI, berangkat untuk bertempur. Kala itu, mereka didampingi oleh Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbullah yang berasal dari kalangan sipil.

Laskar Sabilillah yang anggota pasukannya merupakan para santri dan ulama juga turut berperang ke Surabaya. Dengan segenap kekuatan yang mereka miliki, kehadiran para ulama dalam perjuangan tersebut, termasuk sang panglima perang, KH Masjkur, dalam pertempuran, tentu menambah spirit bagi para tentara Indonesia.

Meski pusatnya ada di Malang, namun anggota Laskar Sabilillah juga berasal dari sejumlah ulama dan santri dari pesantren lain di seluruh wilayah Jawa Timur. Mereka berkumpul di Surabaya dan bertempur bersama di bawah panji Laskar Sabilillah. Mereka pun turut berjuang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang usianya masih dalam hitungan bulan.

Soal tekad, Laskar Sabilillah tak perlu diragukan lagi. Terlebih mereka mengusung semangat untuk berjihad memperjuangkan kemerdekaan. Namun, pada dasarnya, karena berasal dari golongan ulama dan santri, maka tidak banyak anggota laskar ini yang memiliki pengalaman dan kemampuan dalam berperang. Senjata-senjata yang digunakan pun cukup tradisional, sehingga mereka ditempatkan sebagai salah satu pasukan tambahan yang membantu menjaga garis pertahanan pasukan Indonesia.

Mengingat miskin pengalaman dan persenjataan yang minim, Laskar Sabilillah mengandalkan senjata utama berupa semangat dan keberanian yang tinggi. Semangat ini didasari oleh sebuah kredo yang menyebut ‘hidup mulia atau mati syahid’, yang selanjutnya istilah ini berkembang di kalangan para pejuang kemerdekaan dengan lebih singkat, yakni ‘merdeka atau mati’.

Walau dengan modal minim, namun pada akhirnya Laskar Sabilillah ini tetap berangkat ke medan perang di Surabaya. Aksi ini berhasil meningkatkan semangat dan kekuatan pasukan militer Indonesia. Alhasil, Surabaya menjadi salah satu wilayah yang sangat sulit untuk ditaklukkan oleh pasukan Sekutu. Pertempuran berlangsung berlarut-larut, hingga pada akhirnya digelar gencatan senjata pada 14 oktober 1946.

Keberanian Laskar Sabilillah, para ulama dan santri yang siap mati ini menunjukkan bahwa perjuangan dan jihad yang dilakukan oleh umat Islam menjadi salah satu faktor penyokong mampu dipertahankannya kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Bahkan di kota Malang sendiri terdapat satu monumen yang dibangun untuk memperingati dan mengenang perjuangan dari Laskar Sabilillah ini. Monumen ini sendiri memiliki bentuk sebagai masjid dan memiliki nama yang sama dengan laskar tersebut yaitu Sabilillah. Letaknya sendiri cukup strategis karena berada pada salah satu jalan protokol di Malang yaitu jalan Ahmad Yani.

Laskar Hizbullah Malang berangkat ke Surabaya dipimpin oleh K.H. Nawawi Thohir dan Abbas Sato dengan jumlah 168 pasukan.

?>