Maret 24, 2023
?>
Serangan Pasukan Untung Suropati 18 di Turen (C) ADITYAEKASURR

Serangan Pasukan Untung Suropati 18 di Turen (C) ADITYAEKASURR

Pasukan Untung Suropati (PUS) 18 pernah melakukan sebuah serangan terencana dari pusat pertahanan di Semeru Selatan ke Turen pada sekitaran tahun 1948 di masa Agresi Militer Belanda II. Serangan itu punya misi khusus, seperti yang dikutip dari buku “Perjuangan Total Brigade IV” berikut ini.

Pada masa Agresi Militer Belanda II memasuki Kota Malang, pasukan TNI, Komando Brigade IV, Komando TC, dan Staf SKI menjadikan Dampit dan Semeru Selatan sebagai wilayah pertahanan. Pusat pemerintahan semuanya pun berkumpul untuk sementara waktu di wilayah tersebut. Daerah ini dipilih karena dinilai sangat ideal dengan kontur daerah dataran tinggi di kaki gunung. Selain sebagai pusat staf Brigade IV, TC (Territorial Commando) Malang, Staf SK III dan KMD Lumajang, serta beberapa dinas militer lainnya, tempat ini juga dipergunakan sebagai daerah pengunduran. Para korban yang terluka dalam pertempuran banyak yang dilarikan ke Semeru Selatan. Sayangnya, di daerah tersebut kekurangan tenaga medis, khususnya tenaga dokter yang mampu menangani korban perang.

Memang ada seorang dokter bernama dokter Soedjono. Dokter ini merangkap sebagai komandan Brigade IV dan TC XVII Malang, sehingga tugasnya menjadi terasa sangat berat. Selain tenaga dan pikirannya yang sudah dicurahkan untuk memimpin kedua komando tersebut, kepandaiannya dalam hal medis juga dibutuhkan untuk mengobati pasien korban perang. Kondisi ini memaksa mereka untuk mencari tenaga dokter tambahan untuk mengatasi masalah yang ada, khususnya sering terjadi banyak korban yang seharusnya dapat ditolong terpaksa meninggal karena kurangnya perawatan. Pernah terjadi seorang prajurit terpaksa tak dapat ditolong karena terkena tetanus. Sama halnya dengan Letnan Jupri, Komandan Seksi PUS 18, yang terluka dalam pertempuran di Dampit pada 4 Februari 1948 juga tidak mendapatkan pertolongan dengan baik. Beruntung, ia akhirnya dapat diselamatkan.

Setelah dilakukan pembicaraan staf yang serius, akhirnya diputuskan untuk menjemput Mayor dr. Soejoto yang ‘tertinggal’ di Turen. Mayor dr. Soejoto merupakan seorang dokter Brigade yang bertugas di Rumah Sakit Turen bersama para staf Brigade. Sewaktu pasukan dan staf meninggalkan Turen, dr. Soejoto tidak sempat ikut menyingkir ke Semeru Selatan. Sebagai seorang dokter, dr. Soejoto terus bertugas di rumah sakit Turen yang telah dikuasai Belanda.

Pasukan Untung Suropati (PUS) 18 ditugaskan untuk menyerang Belanda di Turen sekaligus menjemput dr. Soejoto. Mereka dibantu pasukan Kompi Sabar Sutopo. Serangan ke Turen direncanakan oleh komandan PUS 18 dengan menyerang pos-pos Talok, Sedayu, Turen, dan terus masuk ke arah rumah sakit untuk menjemput dr. Soejoto dan kawan-kawan. Sementara itu, Kompi Sabar Sutopo dapat perintah menyerang pos di Turen, Kedok, dan Codo serta harus dapat menghancurkan Jembatan Leste di Kedok.

Serangan ini juga mengerahkan rakyat yang dipimpin oleh Djokosuwadi, selaku kepala daerah otonom setingkat kecamatan di Purwantoro, dibantu petinggi Sonanherto dan juga rakyat Wajak dengan jumlah ribuan. Mereka melakukan pengacauan di daerah Turen. Taktik yang dilakoni Kompi Sabar Sutopo ini sebisa mungkin mengganggu pos-pos kecil di Sedayu, Kedok, dan Codo untuk mencegah agar mereka tidak keluar dari posnya. Sedangkan kekuatan inti PUS 18 yang dipimpin komandan masuk ke Turen untuk menjemput dr. Soejoto.

Besarnya semangat rakyat yang dipimpin oleh Djokosuwadi dan para petinggi memaksa pihak Belanda benar-benar tidak berani keluar dari posnya masing-masing. Jembatan Lesti yang mulai diperbaiki Belanda rencananya akan diledakkan lagi. Jembatan ini sebelumnya sudah pernah dihancurkan tentara Indonesia ketika meninggalkan Kota Malang menuju ke Semeru Selatan. Tapi, ternyata bahan peledaknya hilang sehingga rencana peledakan tidak jadi dilakukan. Rakyat pun merusak jembatan yang sedang diperbaiki dengan membuang seluruh material berupa batu, bata, semen, kayu, dan besi ke dalam sungai agar proses perbaikan jembatan tertunda.

Pasukan inti PUS 18 yang masuk Turen dapat mendekati rumah sakit melalui pertempuran kecil. Belanda yang berada di Turen kekurangan bala bantuan. Terlebih pasukan di pos-pos kecil di Sedayu, Kedok dan Codo tidak berani meninggalkan pos-posnya usai mendapat serangan dari rakyat. Hal ini dimanfaatkan sekelompok kecil yang dipimpin Rachmat diikuti Kasdu, Sabar, serta Todjo yang berhasil masuk ke rumah dr. Soejoto. Dengan susah payah rombongan dr. Soejoto yang terdiri atas dr. Soejoto sendiri, dr. Soepono, dan dua perawat yang membawa alat-alat kedokteran berhasil dievakuasi.

Dari penjemputan itu dapat diambil pula alat-alat dan obat-obatan yang memang telah dipersiapkan oleh beberapa orang yang sebelumnya telah dimasukkan ke rumah sakit. Orang-orang itu menyamar sebagai tenaga-tenaga perawat, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak Belanda, meskipun sudah beberapa hari berada di dalam rumah sakit.

Serangan itu dimulai sekitar pukul 05.00 dan tak lebih dari dua jam kemudian, pasukan-pasukan PUS 18 mengadakan pengunduran diri ke tempat-tempat yang dirasa aman. Rombongan yang diambil dari rumah dr. Soejoto ditambah dengan rombongan dari rumah sakit kemudian dibawa ke luar Turen menuju ke arah timur, tempat rakyat dalam jumlah besar sudah menanti. Rakyat tersebut berkumpul setelah berhasil mengadakan serangan. Rombongan dr. Soejoto beserta peralatan dan obat-obatan yang berhasil dibawa dengan mudah dapat dievakuasi melewati Desa Jambangan, Sumber Putih, kemudian menyeberangi Sungai Lesti. Ketika menyeberangi Sungai Lesti, pasukan PUS 18 masih menyempatkan diri untuk berhenti di seberang timur sungai. Mereka memberikan kesempatan kepada rombongan dr. Soejono berjalan lebih dahulu, sementara mereka pasukan mengawasi siapa tahu ada tentara Belanda yang mengejar. Setelah keadaan dirasakan aman oleh komandan, kemudian pasukan-pasukan diperintahkan meninggalkan seberang timur sungai menuju tempat yang ditentukan untuk beristirahat. Rombongan pun melanjutkan perjalanan ke arah Sumbergadung dan akhirnya ke Sumbergentong, tempat Komandan Brigade berada.

Seperti yang dikutip dalam buku yang sama, serangan sekaligus penjemputan dr. Soejoto ini mempunyai keuntungan ganda. Pertama, keberhasilan serangan yang dibantu oleh rakyat dalam jumlah besar tersebut semakin menambah kepercayaan dan keyakinan TNI dalam menghadapi perjuangan yang akan datang. Kedua, gangguan-gangguan yang ditujukan terhadap pos-pos Belanda akan menurunkan moril pasukan musuh, yang mengakibatkan untuk sementara mereka membatalkan usaha menduduki Kota Dampit. Ketiga, keberhasilan menjemput rombongan dr. Soejoto beserta perawat, peralatan, dan obat-obatan dari rumah sakit Turen dapat semakin meninggikan moril pasukan yang merasa bahwa apabila terluka akan mendapat perawatan yang baik.

?>