
Tak banyak yang mengetahui jika gedung Balai Kota Malang yang berdiri megah di selatan Alun-alun Tugu dibangun berdasarkan disain hasil sayembara. Gedung tersebut dibangun selama dua tahun, tepatnya mulai tahun 1927 hingga tahun 1929.
Awalnya, pusat pemerintahan Malang di masa Kolonial Belanda berada di Alun-alun Kota Malang, jadi satu dengan pusat kota. Gedung-gedung pemerintahan seperti Gedung Residen dan Pendopo Bupati pun berada di sana. Namun, seiring dengan semakin bertumbuhnya Malang -setelah ditunjuk sebagai Kotapraja- dirasa tidak memungkinkan lagi menggabungkan pusat kota dengan pusat pemerintahan. Alasannya cukup simpel, karena pertumbuhan Malang ke depan sebagai contoh kota pusat pemerintahan dengan desain tata kota yang baik memiliki syarat lingkungan yang kondusif. Pasalnya, Alun-alun Kota Malang sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat kota semakin tumbuh menjadi pusat ekonomi, hiburan, keagamaan dan sosial. Maka, tuntutan membangun gedung pusat pemerintahan satu atap (block office) semakin kencang.
Pada 26 April 1920 pihak Gemeente (Kotapraja) Malang memutuskan untuk membuat daerah pusat pemerintahan baru. Alun-alun Tugu yang berada di sisi utara Alun-alun Kota Malang dipilih sebagai tempat dibangunnya pusat pemerintahan yang baru itu
Setelah menyelesaikan pembangunan Alun-alun Tugu, Malang masih belum mempunyai kantor pemerintahan. Maka, pada tanggal 26 April 1920 dibuatlah perencanaan perluasan kota yang di dalamnya juga termasuk pembangunan gedung balai kota sebagai tempat pemerintahan yang baru. Gagasan perencanaan pembangunan Balai Kota Malang sendiri timbul dari H.I Bussemaker, Wali Kota Malang pertama yang menjabat sejak tahun 1919, baru empat tahun setelah Malang menjadi Kotapraja.
H.I Bussemaker menggelar sayembara disain Balai Kota Malang setelah menunjuk Ir. W. Lemei, Ph.N. Te Winkel dan Ir. A. Grunberg sebagai juri. Sayangnya, dari 22 peserta sayembara itu tidak ada satu pun yang memenuhi syarat yang ditetapkan. Sebagai solusi, pada tanggal 14 Februari 1927 Dewan Kota (DPRD) memutuskan agar disain peserta sayembara yang paling bagus sedikit diubah dan disempurnakan. Pembangunannya pun segera dilaksanakan dengan anggaran F 287.000. Peserta sayembara yang beruntung rancangannya dipakai itu adalah H. F Horn dari Semarang yang saat itu mengusung motto Voor de Burgers van Malang (Untuk Warga Malang).
Setelah melalui proses pembangunan selama rentang waktu tahun 1927 hingga tahun 1929, Balai Kota Malang yang diidam-idamkan akhirnya jadi. Gedung pemerintahan ini mulai ditempati pada September 1929 oleh Wali Kota Malang kedua, Ir. E.A Voorneman. Khusus untuk ruangan Wali Kota Malang dirancang sendiri oleh C.Citroen dari Surabaya. Ruangan itu hingga kini masih saja terlihat megah.
Bangunan Balai Kota Malang itu terus dipertahankan keasliannya hingga kini, sehingga menjadi bangunan cagar budaya di Malang yang dirancang para arsitek terkenal di Jawa saat itu secata bersama-sama. Nah, tentunya saksi bisu perkembangan Kota Malang dari masa ke masa sejak “merdeka” itu harus dijaga bersama kelestariannya.