
Hatta dan Douwes Dekker (baju hitam) dalam Kongres KNIP (C) KITLV
Dalam perkembangannya, banyak peristiwa bersejarah di Kota Malang yang cukup membanggakan untuk dikenang warganya. Salah satunya adalah terpilihnya Malang sebagai tuan rumah diselenggarakannya Kongres KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
Rapat besar cikal bakal DPR-RI tingkat nasional itu digelar di gedung Societiet Concordia di kawasan Alun-alun Merdeka. Gedung itu sempat menjadi rumah dinas bagi Raden Toemenggoeng Notodiningrat selaku Bupati Malang pertama pada kurun waktu tahun 1820-1839. Setelah Bupati wafat pada tahun 1839, gedung tersebut tidak digunakan lagi, sehingga kemudian dikuasai oleh Belanda, dan dijadikan sebagai tempat berkumpul. Saat ini, gedung tersebut telah menjadi Sarinah Plaza, setelah sempat juga dibumihanguskan tentara Indonesia dalam peristiwa Agresi Militer Belanda I pada Juli 1947.
Dipilihnya Malang sebagai tuan rumah Kongres KNIP tak lepas dari terjaminnya kondisi keamanan kota ini kala itu. Kongres ini dihelat pada tanggal 25 Februari sampai 5 Maret 1947. Di masa itu, hampir semua wilayah di Indonesia tidak terjamin keamanannya, karena pasukan Belanda masih menginginkan daerah jajahannya kembali. Diselenggarakannya Kongres KNIP itu sekaligus menegaskan bukti bahwa Malang memang sangat layak menjadi tempat untuk even berskala nasional kala itu.
Kongres KNIP sendiri dihadiri tokoh-tokoh, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Edward FE Douwes Dekker (Dr. Setyabudi), Ki Hajar Dewantoro (pendiri Taman Siswa), Dr. Soetomo, Panglima Soedirman, Bung Tomo dan para pembesar wakil negara-negara di dunia. Pertemuan besar ini membahas masalah-masalah penting yang menjadi agenda perjuangan bangsa Indonesia saat itu.
Warga Malang berkumpul dan mengelu-elukan kehadiran para tokoh besar negeri ini di depan Stasiun Kotabaru, hingga di depan gedung Concordia. Wartawan asing, Jan Bouwer dari Nieuwsgier menulis di media internasional, “De ontvangst der buitenlandsche gasten was allervoorkomendst en niets werd nagelaten om het hun zoo aangenaam mogelijk te maken”. Menurutnya, penerimaan terhadap tamu dari luar negeri sangat manis, dan segala sesuatunya untuk menyenangkan mereka (tamu) diusahakan sebisa mungkin.
Rupanya nama besar Kota Malang sebagai kota sejuk di dataran tinggi menjadi daya tarik tersendiri bagi para tamu peserta Kongres KNIP yang jumlahnya mencapai 1.500 orang. Padahal, tamu yang diundang saat itu hanya 1.000 orang. Bahkan, semua penginapan dan hotel di Malang dan Batu penuh sesak oleh tamu. Tak sedikit pula tamu peserta yang sengaja tinggal lebih lama di Malang, meski acara kongres telah berakhir.