
Malang Tempat Lahirnya Istilah Perwira dan Taruna (C) @lingkarmalang
Perwira dan Taruna merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kepolisian dan kemiliteran. Tak banyak yang tahu, bahkan mungkin warganya sendiri, kedua istilah tersebut lahir di Malang.
Perwira merupakan istilah yang dipakai untuk anggota polisi atau tentara yang berpangkat di atas bintara, yaitu dari Letnan Dua atau Inspektur Polisi Dua sampai ke atas hingga Jenderal. Sama halnya dengan istilah taruna yang juga dipakai untuk tentara atau polisi yang masih muda atau baru lulus menempuh pendidikan pemula.
Pada zaman perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI, istilah Perwira dan Taruna sebenarnya sudah digunakan. Misalnya saja pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, Indonesia memiliki pasukan dari kalangan pelajar yang dikenal dengan sebutan pasukan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), yang anggotanya berasal dari beberapa sekolah.
Pada saat pendudukan Jepang di Jawa Timur di tahun 1942, telah banyak pelajar yang aktif mengikuti latihan perang-perangan di sekolah. Tercatat setelah Jepang menyerah terjadi pelucutan senjata, sehingga lahirlah organisasi-organisasi pelajar di Surabaya. Saat insiden bendera di Oranje Hotel pada 19 September 1945, para pelajar mulai aktif bertempur.
Pada 5 Oktober 1945, dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) khusus pelajar, yang selanjutnya berubah menjadi Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) yang dikomandani Mas Isman dengan Batalyon 1.000-5.000 meliputi Surabaya, Mojokerto, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Blitar, Jember, dan Malang.
Pada tahun 1949 wilayah operasi TRIP dipusatkan di Blitar. Sebagai local joint committee united nation ditunjuklah Kapten Sukamto. Kemudian, TRIP Jawa Timur dimobilisir lewat Brigade 17 (Kopex 17) pada rentang tahun 1949 hingga 1950.
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu, di Indonesia ada juga sekolah darurat awal pembentukan TKR (yang sekarang menjadi TNI). Sekolah itu diberi nama Sekolah Tentara Divisi VIII yang didirikan pada tahun 1946. Namun Divisi VIII kemudian berganti nama menjadi Sekolah Tentara Divisi VII Suropati dengan simbol melati.
Di Malang, sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kadet Malang, karena memang siswa dan lulusannya biasa disebut Kadet. Pendirian sekolah ini berawal dari gagasan Kepala Staf Operasi Divisi VIII, Mayor Mutakad Hurip usai pulang dari pertempuran di Surabaya yang pertama, sebelum meletus pertempuran kedua pada 10 November 1945.
Pembukaan Sekolah Kadet Malang diumumkan oleh Mayor Jendral Imam Sujai selaku Komandan Divisi VIII pada awal November 1945. Nantinya, lulusan Sekolah Tentara Divisi VII Malang ini sama dan sederajat dengan Akademi Militer di Yogyakarta.
Sekolah Tentara ini mula-mula menempati bekas gedung Meisjes HBS, namun beberapa bulan kemudian pindah ke gedung Eropees che Lagere School (Corjesu). Setelah sekolah ini benar-benar tidak mampu menampung peminat yang jumlahnya semakin bertambah tiap tahunnya, akhirnya pindah lagi ke bekas Asrama Marine Belanda di Jalan Andalas, tepatnya di kompleks Angkatan Laut hingga tahun 1947.
Istilah Perwira digunakan sebagai pengganti istilah Opsir, sedangkan istilah Taruna menjadi pengganti istilah Kadet. Istilah Perwira dan Taruna itu diakui terlahir dari Malang dan telah diakui secara nasional, karena dalam bidang istilah bahasa Malang memang selangkah lebih maju dari kota lain. Hal ini dapat dilihat pada syair lagu Mars Kadet Malang yang berjudul “Mars Taruna Perwira” (Moehkardi, 1979:192).
Di Malang, dibangunlah Monumen Perjuangan TRIP untuk menghormati jasa-jasa para korban pertempuran di Jalan Salak (sekarang berganti nama menjadi Jalan Pahlawan TRIP) melawan Belanda pada 31 Juli 1947. Sejurus kemudian, didirikan pula Monumen Melati untuk mengenang Sekolah Kadet di Malang. Kedua monumen itu berdiri berdampingan di poros Jalan Besar Ijen Kota Malang.