
para peserta senam mengikuti gerakan instruktur yang berada di depan mereka
Instruksi berupa hitungan itu terdengar jelas sekali di taman Slamet. Ya, instruksi itu identik sekali dengan hitungan irama senam atau terapi kesehatan. Suara tersebut memang benar adanya, tepatnya bersumber dari terapi kesehatan Ling Tien Kung.
Meskipun senam ini dilaksanakan di area yang tak jauh dari area car free day (CFD) Ijen, namun senam ini sangat berbeda dengan senam yang ada di area CFD. Senam di area CFD lebih enerjik dengan musik-musik kekinian yang memicu semangat. Sedangkan dalam Ling Tien Kung, gerakannya sangat pelan.
Para pesertanya pun didominasi oleh lansia. Sebab, menurut salah satu peserta senam, Siti menyatakan bahwa gerakan yang ada disini memang bukan senam, melainkan terapi kesehatan. Terapi kesehatan ini memiliki manfaat untuk mengatasi maupun mencegah salah satunya adalah kerapuhan tulang.
Meskipun begitu, ada juga mahasiswa yang terlihat mengikuti kegiatan tersebut. Namun hal ini sangat jarang sekali. Sebab, kebanyakan dari mereka merasa bosan karena gerakannya yang dianggap terlalu lama.
Pelataran taman Slamet yang berada di tengah taman ini penuh oleh peserta senam. Antar satu sama lain hanya berjarak dua rentangan tangan. Ada dua instruktur senam di depan barisan. Satu dari mereka mengenakan microphone yang terpasang di kepala untuk langsung memberi instruksi. Sedangkan satu instruktur lainnya hanya mencontohkan gerakan di depan.

Jika merasakan lelah mengikuti gerakan senam, para peserta dapat melipir untuk beristirahat dulu di tempat duduk di pinggir lokasi senam.
Senam ini dilaksanakan empat kali dalam seminggu. Tempat dan jamnya pun berbeda-beda. Untuk hari Rabu di Puncak Dieng pukul 06.00 WIB, Jumat di Kebonagung dan Merjosari pukul 06.00 WIB, Sabtu di Alun-alun Malang pukul 06.30 WIB, dan Minggu di Taman Slamet pukul 06.30 WIB. Senam ini berlangsung selama hampir satu jam.
Dari beberapa lokasi tersebut, taman Slamet menjadi tempat istimewa karena di taman yang beralamat di jl. Slamet No.8, Gading Kasri, Klojen, Kota Malang ini merupakan lokasi pertama berkembangnya Lieng Tien Kung di Malang.
Kegiatan ini tak hanya berfokus untuk mengolah raga, akan tetapi juga diimbangi dengan mengolah jiwa. Dimana setelah senam usai dilaksanakan, instruktur atau pemimpin senam memberikan siraman rohani.
Intruktur tersebut juga mengingatkan akan niat para peserta untuk mengingat kembali tujuan mereka mengikuti olahraga ini. Juga mengajak para peserta mengucap syukur dan senantiasa bersyukur setelah senam berakhir.
Meskipun nama Ling Tien Kung identik dengan etnis Tionghoa, namun peserta yang hanya dibatasi untuk warga Tionghoa saja. Banyak dari warga non Tionghoa yang mengikuti senam ini, apalagi untuk mengikuti kegitaan ini tidak ada pungutan biaya.