
Desa Arjowilangun, Kampung TKI Sejak Tahun 80-an (C) INTISARI
Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang bisa disebut Kampung TKI sejak tahun 80-an. Pasalnya banyak warga desa tersebut yang mengadu nasib ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia.
Tradisi berbondong-bondong ‘mencari sesuap nasi’ di negeri orang tersebut dimulai sekitar tahun 1985. Ke sana, mereka bukannya rekreasi, tamasya, liburan, pertukaran pelajar, atau menimba ilmu di universitas luar negeri, melainkan mengumpulkan dollar, riyal, yuan, yen, dan mata uang luar negeri lainnya. Ya, mereka meninggalkan keluarga di kampung halaman demi menjadi pahlawan devisa.
Jauh sebelum para warga memutuskan untuk pergi ke luar negeri, Desa Arjowilangun tergolong salah satu desa yang tertinggal di Kabupaten Malang. Perekonomian warga setempat cukup minim, masih banyak rumah yang berdinding bambu, jalan tidak beraspal, dan konon warga masih memakan tiwul sebagai makanan pokok sehari-hari. Fakta-fakta tersebut memaksa mereka memutar otak bagaimana cara meningkatkan taraf hidup. Kemudian, mereka pun berinisiatif untuk bangkit dari keterpurukan.
Salah satu upayanya adalah dengan merantau untuk bekerja ke luar negeri. Awalnya, Arab Saudi menjadi negara tujuan favorit bagi warga desa ini. Namun pada tahun 1997, negara tujuan mereka berkembang lebih variatif. Mereka tidak hanya ke Timur Tengah, melainkan juga ada yang ‘menjajah’ Hongkong, Korea Selatan, dan Taiwan.
Bagaimana tidak tergiur, jika gaji yang ditawarkan kala itu mencapai 5-7 juta perbulan, yang akhirnya menjadi salah satu daya tarik bagi mereka. Bahkan, ada juga yang bisa mendapat lebih dari itu, tergantung jenis pekerjaannya. Di negeri orang, mereka kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ada pula yang bekerja di industri, pabrik, atau restoran. Demi keluarga yang menanti kiriman uang di rumah, mereka pun memberanikan diri bekerja dengan segala risiko yang mungkin akan dialami.
Sejak gelombang ‘eksodus’ warga ke luar negeri untuk bekerja itu, kondisi perekonomian desa yang sebelumnya terpuruk, perlahan berubah total. Mata uang luar negeri yang mereka datangkan benar-benar sanggup mengubah wajah desa ini. Banyak toko berjejer, rumah-rumah pun berdiri megah berkat, pertukaran rupiah pun berlangsung lebih intens di pasar desa.
Jika Anda kesulitan mencari keberadaan persisnya, Desa Arjowilangun ini terletak delapan kilometer sebelah selatan Bendungan Karangkates yang cukup terkenal. Desa ini dihuni oleh lebih dari 13 ribu jiwa.
Namun demikian, tak selamanya profesi sebagai TKI menjadi tempat warga Desa Arjowilangun menggantungkan hidup. Warga Kampung TKI yang pernah mengadu nasib ke luar negeri menegaskan bahwa biarlah mereka saja yang menjadi TKI, anak-anaknya jangan. Untuk itu, para mantan TKI itu menginvestasikan pendapatan mereka sebisa mungkin untuk anak-cucu. Ada yang memakainya sebagai modal usaha, ada pula yang berinvestasi melalui emas perhiasan, tanah atau properti.
Selain itu, para mantan TKI juga membangun sebuah Koperasi Posdaya Purna TKI yang di beri nama “Senang Hati”. Koperasi yang diresmikan oleh Bupati Malang, Rendra Kresna pada tanggal 4 juli 2012 tersebut menjadi simbol kecerdikan para mantan TKI. Mereka membuka jaringan usaha di luar negeri di mana tempat mereka dulu bekerja. Mereka menjalin hubungan bisnis dengan mitra usaha di luar negeri. Usaha ini dilakukan agar mereka dapat menyalurkan produk lokal asal Desa Arjowilangun yang bisa diekspor. Keberadaannya juga membantu para mantan TKI untuk membuka usaha di desa mereka sendiri.