
Ternyata Ada Warung Malang Lho di Hong Kong (C) Facebook Warung Malang
Warga Negara Indonesia, khusunya yang berasal dari Malang yang pertama kalinya menginjakkan kaki di Hong Kong sepertinya tak perlu terlalu khawatir akan makan di mana jika lapar. Mereka yang mungkin terbiasa dengan citarasa Nusantara, bisa mampir ke Warung Malang yang ada di Pennington Street, kawasan Causeway Bay.
Aroma lezatnya bakso bakal menyita perhatian hidung Anda ketika melintasi depan Dragon Rise Building, salah satu bangunan yang menjulang tinggi di Pennington Street, Hong Kong. Silakan naik ke lantai tiga, maka akan ada pintu kaca di sebelah tangga yang menyambut dengan tulisan besar: “Warung Malang, Halal!” Jangan hanya terpana melihat tulisannya, langsung saja masuk tanpa ragu lagi.
Setelah duduk, Anda akan disodori daftar menu yang ternyata tak hanya berisikan bakso Malang, melainkan aneka pilihan masakan khas Nusantara. Mulai dari gado-gado, pecel lele, nasi rames, nasi campur, ayam penyet, soto ayam, rawon dan sebagainya. Minumannya pun lengkap, yakni cendol, es dawet, sampai es kopyor.
Meski memakai nama Warung Malang, tak ada yang menyangka jika sang pemilik warung ini, H. Mochammad Nurali, bukanlah Arek Malang. Pria tua berusia 60 tahun itu asli Jombang. Ia sudah menghabiskan lebih dari tigaperempat umurnya di Hong Kong.
Pria yang dulunya merupakan pegawai di Konsulat Jendral RI di Hong Kong itu hanya meminjam nama Warung Malang. Itu dilakukannya hanya untuk alasan bisnis semata, karena memang kebanyakan TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Hong Kong berasal dari Malang. Tujuannya, agar para TKW itu merasa seperti di rumah sendiri ketika berkunjung. Untuk menu bakso Malang yang dibuat oleh ayah dua anak yang kedua-duanya lahir dan besar di Hong Kong itu pun rasanya tak jauh beda dengan bakso pada umumnya. Istilahnya, Haji Nurali hanya meminjam nama saja.
Memang ada ada beberapa rumah makan lain yang menyajikan masakan Indonesia di Causeway Bay. Namun, warung milik Haji Nurali ini terbilang paling ramai. Warung Malang pun tak hanya menjual makanan siap saji saja, melainkan juga menyediakan barang-barang dari Indonesia. Ada pula minuman-minuman merek Indonesia, obat-obatan, sampai bumbu-bumbu dapur yang biasanya dibutuhkan WNI di Hong Kong. Tak mengherankan, karena memang Haji Nurali menerima kiriman barang dari tanah air hingga dua kali dalam sepekan. Barang-barang itu utamanya bahan makanan yang sulit diperoleh di pasar Hong Kong, seperti ayam kampung misalnya yang dikirim langsung dari Indonesia. Kalau makanan sejenis tempe dan tahu, Haji Nurali mengaku dibuat sendiri oleh tangan dingin istrinya.
Warung yang biasa buka pukul 10.00 hingga 21.30 waktu setempat ini biasanya paling ramai di hari Minggu. Maklum, tiap akhir pekan para TKW biasa berkumpul di Victoria Park, yang tak jauh dari lokasi warung tersebut. Mereka hanya perlu berjalan kaki selama lima menit menuju Pennington Street. Lokasi warung ini juga berdekatan dengan kantor Konjen RI Hong Kong, yang berada di pertigaan Keswick Street. Tak heran jika di hari kerja, para pegawai konjen menyempatkan diri ke Dragon Rise Building untuk makan siang di warung yang hanya beberapa langkah dari tempat mereka bekerja tersebut. Selain mereka, ada saja warga negara Hong Kong yang menjadi pengunjung warung tersebut. Mungkin mereka kebetulan ingin mencicipi kuliner khas Indonesia, atau memang ketagihan karena sudah mencoba sebelumnya.
Sayang, harga makanan di Warung Malang ini terbilang mahal untuk kantong orang Indonesia. Misal, semangkuk bakso berisi tiga biji pentol dan satu gorengan, dijual dengan harga 35 HKD, atau setara 42 ribu rupiah! Bisa dibayangkan jika dibelikan bakso di Malang bisa untuk makan lima orang sekaligus. Soal harga makanan yang mahal itu, Haji Nurali beralasan karena memang di Hong Kong semuanya mahal, termasuk bahan baku makanan. Begitu pula dengan sewa ruang untuk warung tersebut yang mencapai 30 ribu HKD sebulan (lebih kurang 36 juta rupiah). Harga segitu, Haji Nurali hanya mendapatkan lapak seluas 2 x 7 meter ditambah dapur sekitar 2 x 2 meter.
Haji Nurali mengaku sangat menikmati kehidupannya di Hong Kong. Dari bisnis Warung Malang yang telah dibangunnya selama bertahun-tahun itu, ia bisa mengumpulkan uang untuk sekadar mudik ke kampung halaman di Jombang bersama keluarga kecilnya.