April 2, 2023
?>
Konon, Ken Arok dikirim Pu Purwa untuk merebut Ken Dedes putrinya dari Tunggul Ametung dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Purwwa (C) KOMPASIANA

Konon, Ken Arok dikirim Pu Purwa untuk merebut Ken Dedes putrinya dari Tunggul Ametung dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Purwwa (C) KOMPASIANA

Sebelum masa kejayaan Kerajaan Tumapel (Singhasari), sejatinya di Malang lebih dahulu ada Kerajaan Purwwa. Kerajaan ini disebut-sebut sebagai cikal bakal Kerajaan Tumapel yang memunculkan nama Ken Arok dan Ken Dedes.

Sebuah situs bernama Purwwa, yang letaknya diperkirakan membentang dari daerah di sekitar Polowijen, Tasikmadu, Balearjosari, Bejisari, Bioro, Panggung, dan Bukur menyebutkan adanya keterkaitan Kerajaan Purwwa dengan kekuasaan pra-Tumapel. Meski Pararaton dalam rangka memuliakan Raja Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi memaparkan bahwa pendiri Tumapel adalah Ken Arok atau Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan sekedar menuturkan bahwa Ken Dedes hanyalah putri seorang pendeta bernama Pu Purwa dari Panawijen, namun beberapa hal tidak bisa diingkari bahwa sebelum kekuasaan Tumapel ditegakkan oleh Ken Arok pada dasarnya di Malang sudah ada kekuasaan yang sangat kuat.

Prasasti Kemulan yang berasal dari tahun 1116 saka (31 Agustus 1194 M), dan ditemukan di Desa Kemulan, Trenggalek, menyebutkan nama Sri Maharaja Sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Srnggalancana Digwijayottunggadewanama, yang tiada lain adalah Maharaja Kertajaya dari Kadiri. Diuraikan bahwa samya haji Katandan Sakapat (raja bawahan) dengan perantara pengalasan bernama Geng Adeg menghadap raja dengan membawa prasasti rontal yang telah diterima dari Aji Tumandah yang dicandikan di Jawa dan anugerah Sri Rajakula, dengan harapan disalin ke atas prasasti batu dengan cap Kertajaya (mapratista ring linggopala tandan krtajaya).

Permohonan tersebut pun dikabulkan oleh Kertajaya dengan tambahan beberapa pembebasan pembayaran pajak. Anugerah yang diterima samya haji Katandan Sakapat itu berdasarkan kesetiaan mereka terhadap raja hingga berhasil kembali menduduki tahta di kerajaan Kadiri (Bhumi Kadiri). Sebelumnya, raja telah diserang oleh bala tentara musuh dari timur yang bernama Kerajaan Purwwa (tka ni satru wadwa sangke purwwa), sehingga dengan terpaksa raja meninggalkan istananya di Katang-katang (tatkala ni n kentar sangke kadatwan ring katang-katang deni nkin malr yatik kaprabhun sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri).

Bala tentara dari timur atau Purwwa yang menyerang Maharaja Kertajaya yang bertahta di Katang-katang di Bhumi Kadiri itu diartikan sebagai penguasa dari daerah Malang, yang letak geografisnya di timur Kadiri. Sedangkan menurut Prasasti Sukun bertahun 1083 Saka (1161 M) yang tersimpan di Museum Pu Tantular Surabaya disebutkan bahwa Sri Maharaja Jayamerta mengukuhkan desa Sukun menjadi daerah sima yang bebas pajak. Fakta ini menunjukkan bahwa di Malang pada pertengahan abad ke-12 terdapat kerajaan besar yang dipimpin oleh raja yang bernama Jayamerta.

Mengaitkan data pada Prasasti Kemulan dan Prasasti Sukun, tidak bisa dipungkiri bahwa di daerah Malang saat itu terdapat sebuah kerajaan besar di mana rajanya menggunakan gelar Sri Maharaja yakni raja yang berkuasa atas sejumlah kerajaan-kerajaan yang lebih kecil wilayah kekuasaannya. Itulah alasan penamaan Pu Purwa untuk orang tua laki-laki Ken Dedes sebagaimana disebut Pararaton dapat ditafsirkan sebagai pengungkapan kembali akan hal tersebut oleh penyusun Pararaton yang samar-samar masih sanggup mengingat akan adanya kekuasaan pra-Tumapel, meski tak terlalu mampu lagi merekonstruksinya secara benar, lantaran kurangnya data, hingga kawasan itu digambarkan sekedar pertapaan yang dipimpin oleh Pu Purwa.

Adanya fakta kekuasaan Purwwa pra-Tumapel di Malang yang sempat menyerang Maharaja Kertajaya hingga penguasa Kerajaan Kadiri itu mengungsi, tampaknya tidak bisa dipungkiri. Setidaknya, hal itu didukung oleh Pararaton yang menyebut Ken Dedes sebagai perempuan Nareswari (permaisuri atau raja putri). Pararaton juga menyebut bahwa Ken Dedes yang putri Pu Purwa dari Panawijen sengaja dibawa lari, lalu dikawin oleh Tunggul Ametung yakni akuwu Tumapel, bawahan Maharaja Kertajaya.

Secara lebih jelas, Prasasti Kemulan jelas menguraikan bahwa setelah mengungsi dari kedaton Katang-katang akibat serangan bala tentara dari Purwwa, Maharaja Kertajaya berhasil kembali ke tahtanya di Bhumi Kadiri. Ini berarti, dengan bantuan samya haji Katandan Sakapat penguasa Bhumi Kadiri itu berhasil mengalahkan pasukan musuh dari Purwwa.

Munculnya nama Tunggul Ametung sebagai akuwu Tumapel yang disebut melarikan putri Pu Purwa sebagaimana digambarkan Pararaton memunculkan penafsiran bahwa setelah Maharaja Kertajaya berhasil menghalau kekuatan musuh dari Bhumi Kadiri, maka pasukan lawan kemudian menggempur pusat kekuasaan Kerajaan Purwwa. Tunggul Ametung sendiri bisa jadi adalah keluarga Maharaja Kertajaya yang mewakili upaya penaklukan pusat kekuasaan Purwwa. Jadi wajar jika Tunggul Ametung sebagai pemenang peperangan kemudian menjadikan Ken Dedes sebagai istri rampasan dan memberinya kedudukan sebagai nareswari yakni permaisuri.

Meski fakta kekuasaan pra-Tumapel di Malang tidak terbantahkan, namun letak yang tepat dari bekas kekuasaan itu masih menjadi bahan penelitian yang mendalam. Sebagai contoh, salah satu bukti fisik dari adanya situs Purwwa sebagai peninggalan kejayaan pra-Tumapel dapat ditemukan di belakang kompleks SD Negeri Polowijen II dan sekitarnya. Sisa-sisa situs itu berbentuk bekas-bekas pondasi dari batu merah yang besar dan tebal yang berserakan di ladang penduduk setempat.

Bukti lain adalah ditemukannya lorong bawah tanah di kampung Polowijen dengan kedalaman 6-7 meter yang belum diketahui berapa panjangnya dan ke mana arahnya. Pada masa silam lorong macam itu disebut “sumur upas” yang digunakan oleh raja dan keluarganya untuk melarikan diri ketika ada serangan musuh. Lorong bawah tanah itu diperkirakan mengarah ke wilayah Kelurahan Balearjosari (Bale Raja Sari), yakni tempat tinggal utama bagi raja. Selain itu, di Polowijen juga terdapat semacam telaga kering yang oleh warga setempat diyakini sebagai tempat moksa Ken Dedes.

Kadiri memang menguasai daerah Malang secara utuh pada akhir abad ke-12. Hal ini bisa dilihat pada Prasasti Pamotoh yang dikeluarkan pada 1120 Saka (1198 M) yang ditemukan di kompleks perkebunan Ukir Negara, Wlingi, Blitar. Prasasti itu menyebutkan bahwa Sri Maharaja menganugerahi tanah kepada dyah Limpa, Rakryan Patang Juru yang bertempat tinggal di Gasek di wilayah Pamotoh. Penyerahan itu diwakili oleh Rakryan Pamotoh dan Rakryan Kanuruhan. Tanah-tanah yang dihadiahkan itu adalah Malang, Paniwen dan Talun (kini semuanya terletak di daerah Malang).

Dugaan kesimpulan yang dapat ditarik adalah raja dari Purwwa mengundurkan diri dan bersembunyi di daerah Panawijen (mungkin menjadi seorang pendeta) setelah ditaklukkan oleh Kadiri. Setidaknya Pararaton mengungkapkan bagaimana Pu Purwa berharap banyak kepada Ken Arok untuk merebut kembali putrinya, Ken Dedes dari tangan Tunggul Ametung. Harapan itu jelas mengandung makna bahwa Ken Arok harus dapat merebut kembali kekuasaan dari akuwu Tunggul Ametung, yang pada akhirnya sekaligus merebut kekuasaan dari Maharaja Kertajaya.

Sumber:
Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang
Monografi Sejarah Kota Malang

?>