Maret 27, 2023
?>
Lanud ini dulunya bernama Pangkalan Udara Bugis (C) PANORAMIO

Lanud ini dulunya bernama Pangkalan Udara Bugis (C) PANORAMIO

Nama Pangkalan Udara Bugis memang cukup asing di telinga warga Malag. Pasalnya, itu nama lawas dari Bandara Abdulrachman Saleh Pakis. Berikut ini simak sekelumit kisah sejarahnya.

Sebelum memakai nama resmi Bandara Abdulrachman Saleh, pangkalan udara yang terletak di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang itu bernama Pangkalan Udara Bugis. Lanud tersebut dibangun Pemerintah Kolonial Belanda yang di Malang pada era 1937-1940.

Pangkalan udara yang berada 17 km arah timur dari pusat Kota Malang ini dibangun bersamaan dengan pembangunan pangkalan-pangkalan udara lain di Jawa, seperti Lanud Maospati (kini Pangkalan Udara Iswahyudi) di Madiun, Lanud Panasan (Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo) di Solo, dan Lanud Maguwo (Bandar Udara Internasional Adisutjipto) di Jogjakarta.

Posisi Pangkalan Udara Bugis ini memang cukup strategis dan aman, karena dikelilingi oleh benteng alam berupa gunung. Berada di lembah Gunung Bromo, lanud ini dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu Gunung Semeru (3.676 mdpl) di sebelah timur, Gunung Arjuno (3.339 mdpl) di sebelah utara, dan Gunung Kawi (2.551 mdpl) dan Gunung Panderman (2.000 mdpl) di sebelah barat.

Posisi yang berada di kepungan gunung tersebut membuat Pangkalan Udara Bugis sulit terdeteksi lawan dari udara, karena keberadaannya tak tampak begitu jelas dari udara. Ketika ada pesawat musuh melewati jalur udara di atasnya, lanud ini seolah tertutup oleh kabut. Alasan strategis untuk pertahanan militer tersebut yang juga melatarbelakangi Belanda memilih Kecamatan Pakis sebagai salah satu daerah pertahanan udara di Malang.

Kala itu, Pemerintah Kolonial Belanda sengaja membuat landasan pacu yang cukup panjang di Lapangan Udara Bugis. Pasalnya, kala itu mereka memiliki armada udara dengan ukuran cukup lebar, sehingga lanud ini dapat dipergunakan untuk landing dan take off pesawat-pesawat seperti pesawat Bomber, Glynmartin, Fokker, dan Jagers.

Pangkalan Udara Bugis kemudian berubah menjadi Bandara Udara Abdulrachman Saleh pada 17 Agustus 1952. Perubahan nama tersebut berdasarkan keputusan Kepala Staf Angkatan Udara kala itu, yaitu Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma yang dituangkan dalam surat Penetapan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 76/48/Pon.2/KS/52 yang berisi perubahan nama-nama Pangkalan Udara tipe A, yang salah satunya adalah Lanud Bugis. Atas dasar pengorbanan dan jasa-jasa Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, salah seorang pahlawan nasional, dalam usahanya mengembangkan AURI dan memperjuangkan bangsa Indonesia, maka namanya dipakai sebagai nama resmi bandar udara tersebut, hingga kini.

Seperti diketahui, penerbangan sipil di bandara ini pertama dibuka sejak 1 April 1994 oleh Merpati Nusantara Airlines yang menggunakan pesawat Fokker F28. Karena sering mengalami keterlambatan (tidak sesuai jadwal) mulai kurun waktu tahun 1996-1997, mereka mengalami penurunan load factor sampai 14,54 persen. Akhirnya, terhitung per tanggal 16 Juni 1997, PT Merpati Nusantara Airlines secara resmi menghentikan kegiatan penerbangannya di bandara ini.

Sejak 25 Mei 2005, layanan penerbangan sipil di bandara tersebut menggunakan terminal di dalam Base ops Lanud Abdulrahman Saleh. Namun, sejak tanggal 30 Desember 2011 penerbangan sipil di Abdulrachman Saleh menggunakan bandar udara yang terpisah dari base ops Lanud Abdulrahman Saleh yang dibangun dengan biaya mencapai 139 miliar rupiah.

Bandara Abdulrachman Saleh memiliki dua landasan pacu. Landasan yang pertama biasa dipakai oleh pesawat-pesawat kecil seperti Hercules C-130 dengan panjang 1.500 m, sedangkan landasan pacu yang kedua untuk jenis pesawat besar, seperti Boeing 737 dengan panjang 2.300 m.

Bandara tersebut memiliki kode ICAO WARA (dahulu WIAS) dan kode IATA MLG. Pesawat Hercules C-130 dan Super Tucano sebagai pengganti OV-10 Bronco yang telah di musiumkan biasa terparkir di bandara tersebut. Selain itu, lanud ini juga dipakai sebagai basecamp Wing 2 Korps Pasukan Khas.

?>