Maret 20, 2023
?>
Situs Kerajaan Sengguruh di Kepanjen (C) KIAIBUDAYA

Situs Kerajaan Sengguruh di Kepanjen (C) KIAIBUDAYA

Kerajaan Sengguruh menjadi kekuatan kerajaan Hindu terakhir sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit. Berikut ini kisah jatuh bangunnya Sengguruh di bawah kepemimpinan Adipati Sengguruh.

Kerajaan Sengguruh merupakan sebuah kerajaan kecil setingkat kadipaten di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Secara tidak langsung, begitu Majapahit mengalami masa keruntuhan, Sengguruhlah yang seolah menjadi penerus tahta. Sebab, sang adipati, Aria Terung masih ada hubungan kekerabatan dengan raja-raja Majapahit.

Dulu di Kerajaan Sengguruh yang letaknya di sebelah barat Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang berdirilah sebuah tempat berupa pesanggrahan atau tempat peristirahayan bagi tamu pejabat atau kesatria. Daerah Sengguruh sendiri dulu memang menjadi salah satu pusat pendidikan kanuragan dan strategi perang, yang tepatnya berada di daerah Kepanjen. Disebut demikian karena daerah yang berada empat kilometer di sebelah timur itu merupakan tempat tinggal para kesatria atau panji, sehingga disebut Kepanjian (Kepanjen). Konon, para panji yang tinggal di Kepanjian saat akan ke padepokan untuk belajar ilmu kanuragan, biasanya berujar “Ayo kita ke Sang Guru” yang mengacu pada daerah tempat mereka menimba ilmu. Istilah ini lama-lama berkembang menjadi Sengguruh.

Peninggalan Kerajaan Sengguruh ini ada di Situs Sengguruh yang terletak di Dukuh Sumedang, Desa Jenggala (sebelah barat Desa Sengguruh), Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Menurut Serat Kandha dan Babad Sangkala setelah runtuhnya Majapahit, sisa-sisa kekuatannya yang masih menganut agama Hindu di Jawa Timur bagian selatan terkonsentrasi di Kerajaan Sengguruh. Beberapa daerah kekuasaan kerajaan tersebut di masa silam di antaranya adalah Ngibik, Jenggala, Sumedang, dan Balerejo.

Seorang Belanda bernama De Graaf menyebutkan bahwa setelah pusat pemerintahan Majapahit direbut oleh orang-orang Islam dari Kerajaan Demak, anak laki-laki Patih Majapahit, Raden Pramana, melarikan diri dan bertahan untuk beberapa waktu di daerah pegunungan yang terpencil di Jawa Timur bagian selatan.

Babat ing Gresik dan naskah Trah Brawijaya V Tedhak Pusponegaran menceritakan, setelah runtuhnya Majapahit kekuasaan Hindu terakhir berada di kerajaan kecil bernama Sengguruh yang dipimpin Adipati Sengguruh bernama Aria Terung. Ia merupakan putra Raden Kusen, dan adik seibu Raden Patah. Jadi, Adipati Sengguruh masih keponakan Sultan Demak. Meski ayahandanya, Raden Kusen sudah beragama Islam, Aria Terung masih beragama Hindu hingga dewasa.

Sebagai kekuatan terakhir kerajaan Hindu di pedalaman, Adipati Sengguruh ternyata tak tinggal diam. Konon, ia pernah menyerang ke daerah pesisir utara, yakni Giri (Gresik) pada tahun 1535 M. Babad ing Gresik menyebut pasukan Sengguruh sebagai pasukan Terung. Pasukan Sengguruh yang awalnya menyerbu daerah Lamongan, lalu dihadang pasukan Giri yang dibantu 40 orang laskar Cina Muslim pimpinan Panji Laras dan Panji Liris.

Sunan Dalem sebagai Penguasa Giri dalam mimpinya bertemu sang ayahanda, Prabhu Satmata atau Sunan Giri I. Dalam mimpi tersebut, Sunan Giri I berpesan agar Sunan Dalem tak perlu melawan pasukan pimpinan Adipati Sengguruh dan lebih baik meninggalkan Giri. Sunan Dalem kemudian memerintahkan kepala pasukannya yang bernama Jagapati untuk menghentikan pertempuran, lalu pergi dari Giri, mengungsi ke Gumena.

Pasukan Sengguruh yang sudah masuk ke wilayah Giri tiba di kompleks makam Prabhu Satmata alias Sunan Giri I. Pasukan Sengguruh yang berniat merusak makam tersebut dihalang-halangi sang juru kunci bernama Seh Grigis yang akhirnya mati terkena tebasan pedang Adipati Sengguruh. Tiba-tiba, sekawanan lebah keluar dari makam dan menyengati pasukan Sengguruh itu hingga lari terbirit-birit. Adipati Sengguruh sendiri dikisahkan disengati oleh raja lebah (tawon endhas) selama tiga hari hingga ia meratap bertobat kepada Allah dan masuk Islam. Menurut Babat ing Gresik, sejak peristiwa itu Adipati Sengguruh sangat hormat kepada Sunan Giri I, hingga tiap setahun sekali bersama bala tentaranya berziarah ke Giri hanya untuk berbakti kepada Prabhu Satmata.

Sementara itu, menurut Tedhak Dermayudan, setelah peristiwa kekalahan Adipati Sengguruh, daerah Jaha, Wendit, Kepanjen, Dinoyo dan Panawijen masuk Islam karena para penguasanya takluk kepada putra Sunan Giri yang bernama Pangeran Kedhanyang. Konon, Pangeran Kedhanyang ini tinggal di Gribik. De Graaf menyebutkan, penguasa di Gribik (atau Ngibik) di daerah Sengguruh telah beralih ke agama Islam berkat jasa seorang Syekh di Manganti, paman Sunan Giri.

Setelah upaya menaklukkan Giri gagal, Arya Terung malah menjadi pendakwah agama Islam di pedalaman. Sayang, kala itu rakyatnya yang dipimpin oleh lawan lamanya yaitu Raden Pramana, putra patih Majapahit, Udara melakukan pemberontakan. Ia dibantu saudaranya yang menjadi adipati di Pasuruan yakni Menak Supethak bersama sisa-sisa pasukannya yang sempat dikalahkan oleh laskar Demak. Adipati Dengkol, anak Menak Supethak, Adipati Panjer (Nila Suwarna) dan Adipati Srengat ikut bergabung mengobarkan pembrontakan. Pertempuran pun pecah di Sengguruh.

Dalam pertempuran sengit, Adipati Sengguruh terdesak mundur meninggalkan kedaton beserta sisa-sisa prajuritnya yang setia. Hilir sungai Brantas akhirnya menjadi basis pertahanan terakhirnya. Pasukan Demak yang saat itu kembali melakukan ekspansi ke Jawa Timur berhasil membantu pasukan Sengguruh untuk merebut ibukota Sengguruh pada tahun 1546 M. Raden Pramana yang bertempur mati-matian bersama para sentananya akhirnya kalah dan lari ke timur.

?>