Maret 26, 2023
?>
Malang pernah menjadi Terugval Basis (Kota Pertahanan Terakhir) bagi sejumlah pahlawan nasional (C) INFO MALANG RAYA

Malang pernah menjadi Terugval Basis (Kota Pertahanan Terakhir) bagi sejumlah pahlawan nasional (C) INFO MALANG RAYA

Malang pernah menjadi Terugval Basis atau daerah pertahan terakhir bagi Pangeran Trunojoyo (tahun 1615) dan Pangeran Aria Wiranegara alias Suropati (tahun 1686-1706). Seperti apa cerita perjuangan mereka?

Sejak zaman kejayaan Kerajaan Mataram, Malang sudah terkenal sebagai Terugval Basis (Kota Pertahanan Terakhir). Hal itu tersirat dari pernyataan Sulten Mataram yang mengatakan bahwa ada satu daerah di Brang Wetan (kini Jawa Timur) yang selalu “malang” atau menghalang-halangi ketika hendak ditaklukkan.

Mataram menilai sebelum menaklukkan Pasuruan dan Surabaya kala itu, harus menguasai Malang terlebih dahulu. Hal itu baru terwujud pada tahun 1614. Setelah itu, mereka berhasil menaklukkan Pasuruan pada tahun 1616 dan Surabaya pada tahun 1625. Dari situ dapat diambil kesimpulan, Mataram menguasai Jawa Timur setelah lebih dahulu menaklukkan Malang. Maka, tak heran jika seluruh basis kekuatan angkatan bersenjata ada di Malang hingga kini.

Banyak pahlawan nasional yang pernah menjadikan Malang sebagai Terugval Basis atau daerah pertahan terakhirnya, seperti Trunojoyo (tahun 1615) dan Pangeran Aria Wiranegara alias Suropati (tahun 1686-1706). Seperti yang disebutkan dalam Babad Willis dan babad-babad lainnya, peristiwa penangkapan keduanya sangat dramatis.

Trunojoyo yang kala itu ingin kembali ke home base perjuangan terakhirnya, yaitu Madura, dihalangi oleh pasukan gabungan tentara Belanda dan pasukan Mataram di Kediri. Ia bertahan sampai Lodoyo, Blitar, sedangkan di Surabaya dan Pasuruan sudah ditunggu oleh pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Galesung rekan seperjuangannya. Di sini peran Malang sebagai Terugval Basis menjadi semakin kuat, terbukti di Malang ia menetap sementara untuk menyusun kekuatan. Sayangnya, Belanda yang belajar dari kegagalan Sultan Agung yang berpendapat ada satu daerah yang selalu menjadi tempat pertahanan terakhir, yakni Malang. Tanpa susah payah menebak tempat persembunyiannya, Belanda akhirnya dapat mengepung dan memukul mundur Trunojoyo sampai daerah Ngantang. Ia pun menemui ajalnya di perbukitan di antara Ngantang dan Batu.

Demikian pula dengan cerita perjuangan Pangeran Suropati yang menjadikan Malang menjadi benteng pertahanan terakhirnya. Kala itu, Malang terbagi menjadi dua, yakni daerah kekuasaan Sultan Mataram dan daerah milik VOC (Belanda). Pangeran Suropati sendiri merupakan pejuang yang berasal dari budak yang menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung (Bupati) Pasuruan. Meski daerah kekuasaannya telah jatuh ke tangan Kompeni Belanda, keturunannya terus diburu. Mereka yang bersembunyi di wilayah Sultan Mataram pun berhasil ditangkap dan menjadi tawanan.

Selain itu, ada pula nama Pangeran Singasari yang sejak berusia 16 tahun melakukan pemberontakan terhadap keraton kakak tirinya, Pakubuwana II di Kartasura. Selama pemberontakan ini Singasari berkali-kali berperang di pihak Mangkubumi dan Mangkunegara. Namun, setelah Perjanjian Giyanti, ia tidak mau tunduk kepada Sultan Mataram maupun kepada Susuhunan. Pangeran Singasari pun menyingkir ke Malang bersama dengan anaknya, Raden Mas. Di Malang, ia bersekutu dengan Bupati Malayakusuma, yang saudara perempuannya ia nikahi.

Ada beberapa pertimbangan fakta Malang menjadi Terugval Basis, yakni geopolitik, letak geografis dan historis (mitos masyarakat). Yang dimaksud geopolitik di sini berkaitan dengan keberadaan Sungai Brantas yang memanjang 252 km dari hulu hingga hilir dengan luas pengairannya yang mencapai 10.000 km. Demikian pula dengan pusat aktivitas politiknya yang berpindah-pindah, dari Kerajaan Kanjuruhan (hulu), hingga dinasti Majapahit (hilir).

Sementara itu, adanya pertimbangan letak geografis karena Malang dikelilingi empat gunung berapi, yaitu Semeru, Kawi, Arjuno dan Tengger. Kondisi ini membuat banyak waktu dan tenaga untuk mencapainya. Selain itu, Malang juga dibelah oleh tiga sungai besar, yakni Bango, Amprong, dan Brantas. Sangat sulit mencapainya, kecuali mau membangun jembatan terlebih dahulu.

Lalu, terakhir faktor historis atau mitos yang beredar tentang Malang adalah daerah bumi yang sakral di mana tempat para roh leluhur raja-raja Singosari dan Majapahit berada. Pada tahun 1767 setelah Bupati Malayakusuma tewas dalam pertempuran di daerah Malang selatan, Belanda mendirikan benteng untuk memastikan bahwa daerah Malang harus terus-menerus diawasi.

Kondisi Malang sebagai Terugval Basis yang aman ini pula yang membuat kota kebanggaan Kera Ngalam ini pernah masuk nominasi untuk menjadi ibukota negara Republik Indonesia, setelah tahun 1945. Dalam laporan walikota tahun 1954 disebutkan, pada saat pemerintah pusat ingin segera mendirikan sebuah ibukota negara Republik Indonesia, saat itu langsung diikuti dengan penegasan daftar beberapa kota yang dipilih, yaitu Djakarta, Bandoeng, Magelang, Bogor, dan Malang. Diyakini, pertimbangan saat itu memasukkan Kotapraja Malang karena faktor historis sebagai daerah dengan tingkat keamanan yang tinggi.

?>