
Tokoh Sie Kong dalam Wayang Potehi di Kelenteng Eng An Kiong (C) MERDEKA
Sie Kong merupakan salah satu tokoh pewayangan dalam pertunjukan wayang Potehi. Seni wayang tradisional Tionghoa ini biasa digelar di Kelenteng Eng An Kiong Malang untuk menyambut Hari Raya Imlek tiap tahunnya.
Wayang yang terkenal di Tiongkok bagian selatan ini sendiri berasal dari tiga suku kata, yakni Pou, Te, dan Hi. Kata ‘Pou’ berarti kain, ‘Te’ berarti kantong, dan ‘Hi’ berarti wayang. Penampilan tokoh wayang yang juga dikenal dengan nama wayang kantong ini terbuat dari kayu dan dibalut dengan pakaian khas Tionghoa. Wayang yang ada sejak masa Dinasti Jin (265-420 Masehi) itu diperkirakan mulai dikenal di Indonesia, termasuk di Malang, melalui orang-orang Tionghoa yang masuk sekitar abad ke-16 sampai abad ke-19.
Sementara itu, pementasan Wayang Potehi di kelenteng Eng An Kiong umumnya menceritakan tentang legenda dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok. Kelenteng yang ada di kawasan Pecinan Kota Malang itu pernah mengangkat kisah seorang Panglima bernama Sie Kong.
Sie Kong merupakan sosok Panglima yang hidup pada masa Kerajaan Tong Tiauw. Kebetulan, kala itu yang dibawakan adalah “Sie Kong Hwan Tong (Tendangan Sie Kong)” yang mengisahkan tendangannya yang berujung pada keruntuhan marga Sie pada masa tersebut.
Kisah berawal saat panglima bernama asli Sie Djin Koei itu hidup di Kerajaan Tong. Suatu hari, sang raja menggelar pesta di Kota Raja. Sayangnya, saat pesta meriah tersebut digelar, Sie Kong datang dalam kondisi mabuk. Sejatinya, kala itu Sie Kong tak ada niat sama sekali untuk merusak pesta sang raja. Awalnya, Si Kong datang untuk memberi ‘pelajaran’ kepada seorang menteri yang dipandangnya memiliki hati yang jahat dan ingin merusak kerajaan.
Singkat cerita, ketika hendak melayangkan tendangan kepada sang menteri jahat, tak tahunya tendangan tersebut justru mengarah pada sang Putera Mahkota. Karena dahsyatnya, tendangan tersebut sampai menyebabkan Putera Mahkota meninggal seketika. Peristiwa tersebut tak hanya membuat Sie Kong mendapatkan hukuman, sang raja pun memerintahkan untuk menangkap seluruh marga Sie. Sebagai hukuman atas perbuatannya, semua yang berasal dari marga Sie akhirnya dimusnahkan.
Pementasan kisah ini biasanya berlangsung selama 2-3 bulan, dengan estimasi dilakukan setiap hari. Pementasan itu digelar Kelenteng Eng An Kiong untuk menyambut datangnya Tahun Baru Imlek, 28 Januari 2017 lalu.