
Patung Kendedes | Foto Instagram @
Wanita, sudah menjadi kodratnya menjadi seorang yang istimewa. Walaupun banyak yang menganggapnya lemah, tidak berarti ia tak bisa apa-apa. Begitu kata orang mematahkan. Bahkan, di zaman kerajaan dulu Malang dipimpin oleh wanita. Wilayah Malang yang menjadi kekuasaannya adalah Malang Raya, meliputi kabupaten Malang, kota Malang, dan kota Batu.
Menurut dosen sejarah Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, ada empat wanita yang pernah menjadi pemimpin Malang. Mereka adalah Kendedes, Kusumawardhani, Mahamisi, dan Proboretno.
Yang pertama yaitu Kendedes, permaisuri Ken Arok. Di Malang, Kendedes diabadikan dalam Taman Kendedes. Taman Kendedes dapat dijumpai saat baru memasuki perbatasan kota Malang. Tepatnya di sebelah kanan jika dari arah Surabaya atau Pasuruan. Kendedes memiliki nama lain Sri Nareswari. Nama tersebut memiliki arti wanita utama. Kendedes yang memiliki rupa menawan membuatnya memiliki nilai plus. Kendedes juga dimaknai sebagai seorang perempuan yang matang dalam ilmu dan kepribadian.
Wanita kedua yang pernah menjadi pemimpin bumi Arema, tepatnya nagari Kabalan yaitu Kusumawardhani. Kusumawardhani merupakan putri Hayam Wuruk dan Indudewi. Sedangkan Hayam Wuruk sendiri adalah raja Majapahit. Sehingga, karir Kusumawardhani sebagai raja turut diperhitungkan karena ia berhak atas tahta Majapahit pengganti ayahnya. Beliau tergolong sebagai raja muda. Selain parasnya yang cantik, Kusumawardhani juga pandai dalam seni. Seni yang ditekuni olehnya yaitu musik dan tari. Bahkan, ada muncul kesenian tari Kusumawardhani.
Selanjutnya, yaitu Mahamisi. Dalam prasati Waringin Pitu, disebutkan bahwa Mahamisi merupakan putri yang rupawan, bibirnya kemerahan bagai manik-manik, dan tinggi semampai. Selain fisik, perilakunya juga baik, seperti berbakti pada suami. Mahamisi adalah pengganti dari Kusumawarddhani untuk mempimpin nagari Kabalan.
Satu lagi, ada Proboretno yang merupakan istri dari Panji Pulang Jiwo. Putri dari Adipati Malang ini mendapat utusan dari ayahnya untuk melakukan perang terhadap pasukan Mataram. Sebab dari pertempuran ini karena seluruh adipati di Jawa Timur tidak membayar upeti ke Kesultanan Mataram. Namun, Proboretno yang menjadi pimpinan perang ini gugur dalam pertempuran. Walaupun begitu, ia tetap dikenang sebagai pahlawan perempuan yang mengabdi pada negara.
Sumber : mtimes, kompasiana, patembayan citraleka