
Pertigaan Slorok lokasi serangan lebah maut pada patroli Belanda (C) SLOROK
Ada cerita kepahlawanan yang melegenda di Desa Slorok, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Pernah ada sepasukan pejuang Republik Indonesia yang berhasil melumpuhkan patroli Belanda di masa Agresi Militer dengan sekarung lebah maut.
Cerita ini dilansir dari penuturan Arifin di grup facebook Mengingat Malang yang beberapa tahun lalu mendapatkan kisah kepahlawanan ini dari seorang kakek tua yang bertempat tinggal di Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, yang merupakan tetangga Desa Slorok. Cerita kepahlawanan tentang lebah maut ini memang menyebar turun menurun tak hanya di penduduk Desa Slorok, melainkan hingga ke luar desa.
Si kakek tua yang lahir sebelum kemerdekaan itu mengawali ceritanya dari kondisi daerah Sumberpucung dan sekitarnya di waktu kembalinya Belanda usai Jepang menyerah tanpa syarat. Meski Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda tetap merangsek masuk ke wilayah RI, tak terkecuali di Malang selatan.
Diceritakan si kakek, pasar Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung dulunya merupakan markas patroli Belanda. Meski saat itu si kakek masih anak-anak, namun dia masih ingat banyak peristiwa dann kejadian di masa itu. Dia masih ingat, sering diberi roti dan permen oleh para serdadu Belanda yang sedang patroli di sekitar markas yang dekat dengan Stasiun Kereta Api Ngebruk itu. Kadang, Belanda melakukan pemerikasan terhadap penduduk yang melintas, entah untuk beraktivitas atau mengungsi.
Serdadu Belanda tersebut selalu beroperasi bergerak ke arah utaran dan selatan, karena basis pejuang di wilayah Sumberpucung kala itu berada di sebelah selatan sungai berantas atau tepatnya wilayah Druju hingga Kalipare. Sementara itu, basis pejuang di wilayah utara berada di Wonosari dan Ngajum. Biasanya, Belanda berpatroli dengan mengendarai jeep, truck atau tank.
Si kakek pun menceritakan peristiwa penyergapan patroli Belanda yang terjadi di pertigaan Slorok, di mana tetangganya menjadi salah satu pelakunya. Siang itu, seperti biasanya pasukan Belanda berangkat menuju timur untuk berpatroli ke arah Wonosari dengan rute melewati Desa Slorok. Sedari pagi, para pejuang RI sudah menyiapkan satu karung tawon gung, sejenis tawon madu hutan berwarna hitam yang terkenal memiliki sarang sangat besar.
Ketika rencana sudah matang, dan patroli Belanda datang beriringan dengan kendaraannya dari kejauhan, mereka buru-buru menaruh sekarung tawon itu ke dalam lubang di jalan tanah yang sudah dipersiapkan. Setelah itu, mereka segera menutup dengan ranting dan daun-daun pisang untuk mengelabuhi. Begitu melintas, pasukan Belanda pun menembaki para pejuang yang langsung melarikan diri ke semak-semak. Seperti biasa, pasukan Belanda malas mengejar mereka yang kabur. Mereka lebih tertarik untuk memeriksa sesuatu yang ditanam para pejuang di lobang yang biasanya adalah bom. Begitu memeriksa dan melepas simpul tali dalam karung, tawon yang terkenal ganas tersebut keluar dan langsung menyerang pasukan Belanda. Ribuan tawon besar-besar itu mengamuk, merubung dan terus menyengat.
Pasukan Belanda sendiri banyak yang membuang senapan dan memilih lari tunggang langgang. Para pejuang yang dari tadi menunggu di semak-semak pun langsung menyergap dan tanpa ampun melencarkan tembakan ke arah Belanda yang masih berusaha menghindar dari serangan lebah maut. Hampir semua anggota patroli Belanda dalam peristiwa itu dilaporkan tewas. Keesokan harinya, pasukan bantuan dari Kota Malang pun tiba dan langsung menggeledah kampung-kampung di sekitar markas di Desa Ngebruk yang dicurigai menjadi tempat pelarian para pejuang.