Maret 24, 2023
?>
Sosok Abdulrachman Saleh yang namanya abadi di Malang (C) WIKIPEDIA

Sosok Abdulrachman Saleh yang namanya abadi di Malang (C) WIKIPEDIA

Sebagai salah seorang pahlawan nasional, nama Abdulrachman Saleh diabadikan menjadi nama bandar udara (bandara) yang terletak di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Namun, tak banyak yang tahu bagaimana kisah hidupnya yang selain terjun dalam dunia militer sebagai TNI Angkatan Udara juga pernah berkecimpung di dunia kedokteran, pendidikan dan penyiaran radio.

Sebagai salah seorang pahlawan nasional, nama Abdulrachman Saleh diabadikan menjadi nama bandar udara (bandara) yang terletak di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Namun, tak banyak yang tahu bagaimana kisah hidupnya yang selain terjun dalam dunia militer sebagai TNI Angkatan Udara juga pernah berkecimpung di dunia kedokteran, pendidikan dan penyiaran radio.

Abdulrachman Saleh terlahir di Jakarta, pada 1 Juli 1909 dengan nama panggilan Karbol. Sang ayah, Mohammad Saleh, yang seorang dokter dikenal memiliki jiwa sosial tinggi di kalangan masyarakat. Ketika masih kecil, Abdulrachman Saleh harus ikut ayahnya tinggal berpindah-pindah, karena tenaga dokter masih sangat minim saat itu.

Beruntung baginya, latar belakang keluarga yang berpendidikan membuat Abdulrachman Saleh mendapatkan pendidikan layaknya priyai. Berawal dari Holland Indische School (HIS), ia melanjutkan pendidikan ke Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus, ia ternyata tertarik untuk mengikuti jejak sang ayah menjadi dokter dengan masuk ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta. Sayangnya, tak sampai tamat, sekolah tersebut keburu dibubarkan pemerintah Belanda meski Abdulrachman Saleh baru belajar beberapa bulan. Tak patah semangat, ia pun meneruskan pendidikannya ke Algemene Middelbare School (AMS), lalu ke Geneeskundige Hooge School (GHS) di Batavia.

Selama mengenyam pendidikan di GHS, Abdulrachman Saleh pun ikut berpartisipasi dalam berbagai organisasi nasional seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan Kepaduan Bangsa Indonesia.

Setelah resmi menjadi dokter, Abdulrachman Saleh memperdalam pendidikan di bidang ilmu faal. Predikat sebagai mahasiswa pandai pun didapatkannya. Kemudian, ia pun menjadi seorang dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, hingga pada akhirnya sukses menyandang predikat sebagai guru besar di bidang tersebut.

Selain fasih di bidang kedokteran dan pendidikan, Abdulrachman Saleh juga berkecimpung di bidang penyiaran radio. Ia turut berjuang menyiarkan proklamasi Kemerdekaan RI ke pelosok tanah air hingga ke manca negara lewat radio, sehingga namanya pun diperhitungkan di bidang ini. Bahkan, ia turut menyusun dasar-dasar Tripasetya RRI pada 11 September 1945 bersama aktivis radio lainnya, yang masih dikenal hingga sekarang ini. Jabatan sebagai Ketua Organisasi Radio Republik Indonesia pun sempat diembannya.

Setelah mudur dari dunia penyiaran radio tanah air, Abdulrachman Saleh memilih melanjutkan perjuangannya sebagai TNI AU dan bersama Adi Sutjipto. Rupanya, perjuangannya kali ini menjadi akhir perjalanan masa hidupnya. Ia gugur dalam sebuah tugas penting bersama Adi Sutjipto menuju India ketika terjadi agresi Belanda pertama. Dalam perjalanan pulang, keduanya yang memakai pesawat Dakota VT-CLA mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya.

Pada 29 Juli 1947, ketika pesawat mereka dalam perjalanan kembali ke Yogyakarta dikabarkan telah ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk milik Belanda dari arah utara. Pesawat yang kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon akhirnya badannya patah menjadi dua bagian sebelum terbakar. Peristiwa gugurnya Abulrachman Saleh dan Adi Sutjipto ini kemudian diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962.

Jenazah Abulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta. Namanya diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tertanggal 9 November 1974. Pada tanggal 14 Juli 2000, TNI-AU memindahkan makam Abdulrahman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.

?>