
Tradisi Patrol untuk membangunkan orang sahur (C) SANGNANANG
Patrol merupakan tradisi membunyikan musik kentongan untuk membangunkan orang sahur setiap bulan Ramadan. Disadari atau tidak, tradisi yang berasal dari Jawa Timur itu sudah nyaris punah di Malang.
Biasanya, sejak pukul 00.00 lebih, para personel grup patrol yang didominasi anak-anak sudah bersiap di satu titik. Mereka menyiapkan alat musik yang umumnya bersifat ritmis, seperti kentongan dari bambu, galon air minum, gendang buatan dari kaleng, jerigen, dan lain-lain. Tak beberapa lama kemudian, tim patrol pun berkeliling kampung dengan membunyikan alat musik yang beragam tersebut. Seraya membunyikan alat-alat musik itu dengan bersahut-sahutan, mereka pun berteriak, “Sahur, sahuurrr,” dengan nada yang seragam.
Tujuan mereka berkeliling kampung sambil memainkan alat musik sambil teriak-teriak ini tentu untuk membangunkan warga yang hendak makan sahur sebelum berpuasa. Keberadaan pasukan patrol ini tentu menguntungkan bagi warga yang tidurnya kadang terlalu pulas sehingga telat makan sahur.
Ketika sampai pada rumah seseorang yang dianggap spesial atau bagaimana, biasanya langsung dipanggil namanya. Mereka meneriakkan namanya sampai orang yang dimaksud benar-benar keluar atau menyahut dari dalam rumah sebagai tanda sudah bangun. Biasanya yang diperlakukan spesial ini adalah rumah kembang desa atau perempuan yang paling cantik di kampung tersebut.
Jika beruntung, biasanya pasukan patrol ini akan mendapat nasi atau sekadar kue dari warga sebagai ucapan terimakasih sudah membangunkan sahur. Namun jika apes, bisa jadi ada saja warga yang tak terima kemudian menyiramkan seember air ke arah mereka yang patrol, mungkin karena dianggap berisik.
Di Malang, mungkin tradisi ini masih ada di daerah pedesaan, tepatnya di wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu. Sementara di Kota Malang, bisa jadi patrol sudah nyaris punah. Salah satu indikasinya adalah semakin jarangnya terdengar suara tetabuhan dari musik khas ini jelang waktu sahur. Entah karena regenerasi yang kurang, minat anak-anak terhadap tradisi itu yang menurun, atau alasan lainnya. Warga kini lebih sering menggantungkan kapan mereka bangun untuk sahur pada pengumuman yang menggema dari speaker masjid atau mushola di kampungnya.