Maret 27, 2023
?>
Ilustrasi tentara PGI yang sukses membendung serangan Belanda ke Wajak (C) SIPERUBAHAN

Ilustrasi tentara PGI yang sukses membendung serangan Belanda ke Wajak (C) SIPERUBAHAN

Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) tak hanya mencatatkan keberhasilan dalam melancarkan serangan semata, tapi juga keberhasilan dalam membendung serangan Belanda. Pasukan khusus yang beranggotakan para mantan tentara Jepang yang 'insaf' dan berbalik berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia itu pernah membendung serangan Belanda ke Wajak, Kabupaten Malang.

Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) tak hanya mencatatkan keberhasilan dalam melancarkan serangan semata, tapi juga keberhasilan dalam membendung serangan Belanda. Pasukan khusus yang beranggotakan para mantan tentara Jepang yang ‘insaf’ dan berbalik berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia itu pernah membendung serangan Belanda ke Wajak, Kabupaten Malang.

Seperti yang dikisahkan oleh Rahmat (Shigeru Ono) dan Sukardi (N. Sugiyama) dalam buku Perjuangan Total Brigade IV, saat itu PGI memilih Magurosari di wilayah Wajak yang berada di lereng bukit dan hutan hanya terdapat sedikit rumah sebagai markas mereka. Pada tanggal 19 Desember 1948, pagi-pagi benar, sekitar pukul 4.30 terdengar bunyi pesawat terbang. Gemuruh suaranya membuat semua anggota PGI terbangun dan segera mencari dari mana datangnya pesawat terbang tadi. Rupanya pesawat tersebut dari jurusan Turen. Memang, pada saat itu, daerah Turen dan Sedayu merupakan markas Brigade IV atau markas besar daerah Karesidenan Malang dan markas Resimen 36 untuk sementara waktu.

Kemudian terdengar lagi suara serangan. Kali ini bunyi juuki kanjue (senapan mesin berat) dan meriam yang berpadu dengan bunyi karaben dan mortir. Dari bunyi-bunyi senjata tersebut PGI menduga bahwa Belanda yang melancarkan serangan. Itu artinya, Belanda telah melanggar perjanjian gencatan senjata.

Tanpa banyak kata-kata PGI langsung bersiap-siap dengan senjata lengkap. Mereka berkumpul di tempat komandan Abdul Rahman. Sekitar pukul 8.30, tentara pejuang Indonesia berdatangan dengan membawa informasi bahwa pagi-pagi sekali, Belanda sudah mengawali penyerangan dengan mempergunakan pesawat-pesawat terbang dari daerah Kota Malang menuju selatan, dengan menyerang Turen dan Sedayu. Sementara itu, pihak tentara pejuang Indonesia sedang bersiap memulai Wingate Action untuk memasuki daerah-daerah kantong Lumajang dan Jember dengan cara perang gerilya.

Komandan PGI Subejo (Hayashi) dan Sobana (T. Sakai) mencari kejelasan berita yang sesungguhnya di daerah selatan (Dampit). Tak butuh waktu lama, sekitar pukul 10.00, keduanya sudah kembali dan melaporkan bahwa Belanda benar-benar mengadakan serangan dan telah menduduki Turen dan Sedayu. Sedangkan tentara pejuang Indonesia beserta Brigade dan Resimen menurut rencana akan menangkis serangan udara Belanda lalu bergerak menuju ke jurusan timur laut.

Sebelum mengatur siasat untuk menghancurkan pasukan Belanda yang sudah diketahui gerak-geriknya, PGI mencoba menghitung kemampuan yang dimiliki, memprediksi kemampuan lawan. Dipimpin Subejo dan Sobana, PGI dengan kekuatan 10 orang anggota menyusun strategi untuk menghancurkan panser Belanda. Rencananya mereka akan memasang bom tanah di jalan antara Turen dan Wajak. Sebab, PGI sudah mengendus, jalan tersebut setiap hari senantiasa dilewati pasukan Belanda. Selain petugas pemasang bom tanah, pasukan senapan mesin pun diberangkatkan menuju lokasi pertahanan yang sudah diatur untuk melindungi mereka.

Mendadak tersiar kabar bahwa Belanda menambah kekuatan pada pos yang berada di Wajak dengan satu kompi serdadu bersenjata lengkap. Berita ini sudah menyebar ke seluruh pelosok kampung. Rencananya, bala bantuan itu akan dikirimkan pada tanggal 2 Januari 1949, keesokan harinya. PGI menduga itu merupakan rencana Belanda untuk menghancurkan PGI, karena sepertinya mereka sudah mengetahui bahwa PGI punya markas di daerah Wajak.

Komandan PGI pun merespon dengan berinisiatif untuk memasang dua buah bom tanah dengan jarak sekitar 30 meter di jalan raya antara Turen dan Wajak. Selain menghadang panser, cara ini dinilai efektif untuk menghancurkan pasukan Belanda yang mengadakan patroli melewati jalan tersebut. Usai petugas memasang dua bom tanah itu, pasukan disiagakan di rumah asisten wedana sambil menunggu hasilnya.

Kemudian terdengar ledakan yang pertama. Tak disangka, ledakan itu mengenai seorang petani yang memikul banyak kelapa dalam jumlah yang banyak dengan tandu. Sungguh tragis, ia menjadi korban dari perjuangan kemerdekaan.

Sekitar pukul 6.30, lagi-lagi terdengar ledakan yang kali ini lebih dahsyat dari ledakan bom pertama. Terbukti pintu, jendela, dan benda-benda yang bergantungan di rumah yang ditempati PGI bergoyang semuanya. Seorang prajurit datang melaporkan bahwa pemasangan bom tanah tersebut berhasil tepat sasarannya. Tak hanya sebuah panser Belanda yang terkena ledakan, truk yang berada di belakangnya pun terbalik karena menabrak panser tersebut, hingga terlempar ke sawah sejauh lebih kurang 15 meter. Tak kurang dari 16 orang serdadu Belanda tewas berkalang tanah. Pagi itu juga, Belanda dari posnya di Turen segera memberikan bantuan serta melakukan penembakan membabi buta di sekeliling tempat kejadian. Para korban dari pihak Belanda akhirnya dibawa kembali ke Turen. Upaya PGI membendung serangan Belanda ke Wajak ini dinilai berhasil, meski mereka tetap waspada akan serangan balik musuh.

?>