
Pertigaan jalan utama yang menjadi saksi bisa dalam perkembangan sejarah Sedayu (C) BLUSUKAN JALUR SEPUR
Mbah Surgi Mangunrono diklaim sebagai orang yang sangat lekat kaitannya dengan sejarah Sedayu, Kecamatan Turen. Pria yang dikenal sebagai petualang itu diyakini sebagai sosok yang membabat alas daerah yang berada di sebelah selatan Kelurahan Turen tersebut.
Kisah Mbah Surgi Mangunrono ini didapat dari penuturan salah satu tetua di Sedayu bernama Mbah Asmad. Penuturan tersebut dimuat dalam laman Kelurahan Sedayu, yakni http://kel-sedayu.malangkab.go.id/?p=2104.
Kelurahan Sedayu dulunya merupakan sebuah desa di wilayah Karesidenan Malang. Dari penuturan para sesepuh, nama Sedayu diambil dari gabungan dua kata, yakni Sedah dan Ayu. Sedah atau yang disebut juga dengan nama daun sirih, dipercaya sebagai tanaman yang sangat banyak dijumpai di kawasan Sedayu tempo dulu.
Dikisahkan, ada seorang petualang bernama Mbah Surgi Mangunrono yang gemar berpindah-pindah mencari daerah singgahan baru. Dalam petualangannya, pria yang tak disebutkan dari mana asalnya itu tak sendirian. Seekor kuda sembrani, alias kuda yang punya kemampuan bisa terbang, yang diberinya nama Kolomercu selalu menemani kemana pun ia pergi dan singgah. Sampai pada suatu hari, Mbah Surgi Mangunrono dan Kolomercu tiba di daerah yang dipenuhi oleh tanaman Sedah (daun sirih). Tanaman itu tampak tumbuh liar, namun membuat daerah tersebut tampak ayu karena hijaunya Sedah.
Singkat cerita, Mbah Surgi Mangunrono menamai daerah tersebut Sedayu, berasal dari kata Sedah dan Ayu. Hingga saat ini, nama tersebut tetap dipakai menjadi nama daerah tersebut. Demikianlah sejarah Sedayu, sebuah kelurahan yang masuk wilayah administratif Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.