
Balai Desa Jambuwer lawas sebelum dipugar (C) BLOG DESA JAMBUWER
Desa Jambuwer merupakan salah satu desa di Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang yang punya sejarah panjang sejak era VOC menguasai Nusantara. Menariknya, ada kisah pengkhianatan yang mewarnainya. Seperti apa kisahnya?
Dalam laman resmi Desa Jambuwer, https://desajambuwer.wordpress.com/ diceritakan bahwa pada tahun 1857, wilayah desa tersebut merupakan kediaman sekelompok orang perantau. Tempat tersebut dulunya masih berupa hutan belantara yang sangat lebat. Suatu ketika datanglah enam orang dari daerah barat. Mereka adalah Mbah Demoen, Mbah Giso, Mbah Senen, Mbah Goneng, Mbah Koilah, dan Mbah Prodjo.
Tujuan keenam orang ini ingin membuka hutan belantara alias babat alas agar bisa digunakan sebagai daerah pemukiman dan lahan pertanian. Setelah itu, mereka menempati daerah tersebut. Sebelum dinamakan Jambuwer, daerah pemukiman dan pertanian itu disebut Darungan. Artinya adalah tempat tinggal para perantau (berasal dari kata ndarung, yang berarti merantau).
Mereka pun melanjutkan babat alas dan kemudian menanami lahan yang sudah dibuka itu dengan tanaman-tanaman untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Tempat tersebut akhirnya mereka jadikan ladang untuk bercocok tanam. Lama-kelamaan, penduduk Darungan semakin banyak. Mereka datang dari berbagai daerah dan bermukim di sana. Tanah yang dibabat alas pun semakin meluas.
Salah seorang pendatang ada yang bernama Gobro yang berasal dari Kepanjen. Ia yang kemudian mengusulkan kepada pemerintah Desa Kromengan agar Darungan bisa dijadikan sebuah pedukuhan dan digabungkan dengan pemerintahan Desa Kromengan. Usulan yang diajukan pada tahun 1861 itu pun diterima, sehingga Darungan menjadi sebuah pedukuhan yang dinamakan Jambuwer.
Sejak saat itu, Dukuh Jambuwer saat itu masuk dalam Desa Kromengan, Kecamatan Sumberpucung. Gobro juga kemudian diangkat menjadi Kamituwo di Dukuh Jambuwer tersebut hingga tahun 1867. Nama Jambuwer dipilih lantaran di kawasan tersebut dahulunya sebelum dibabat alas banyak terdapat pohon jambu air (orang Jawa menyebutnya Jambuwer atau Klampok).
Masih dilansir dari laman yang sama, Mbah Kemis (Tukimun) yang merupakan kakek dari warga Jambuwer, Eduard Gatot Pramudji adalah anak dari Mbah Senen (satu dari enam orang yang babat alas di sana). Diceritakannya, mereka berenam datang ke Malang Selatan dari Desa Begelen, Kulon Progo, Yogjakarta. Mbah Senen ini merupakan keluarga prajurit Mataram yang konon tidak mau setia kepada raja yang baru di kerajaan tersebut lantaran berpindah dari Hindu/Budha ke Islam. Kekecewaan membuat mereka melakukan semacam bedol desa. Oleh penjajah Belanda, rombongan ini diarahkan agar ikut babat alas di hutan Malang Selatan. Rombongan Mbah Senen dominan di Glagaharum dan Putukmiri, sedangkan eyang buyut dari ibu dominan di Jambuwer lor pasar (utara pasar) sampai etan-kali (timur sungai).