
Jembatan Kanigoro (C) AKAIBARA
Jembatan Kanigoro berdiri kokoh di atas aliran Sungai Brantas menghubungkan dua kecamatan, yakni Kecamatan Pagelaran di sebelah timur sungai dan Kecamatan Kepanjen di sebelah barat sungai. Ternyata ada cerita menarik yang melatarbelakangi dibangunnya jembatan tersebut.
Sebenarnya nama aslinya adalah Jembatan Kanigoro, namun lebih dikenal dengan nama Jembatan Kanigoro yang diambil dari nama Desa Kanigoro yang berada di wilayah administratif Kecamatan Pagelaran, di sebelah timur Sungai Brantas. Sementara itu, di seberangnya adalah Desa Kemiri yang masuk wilayah administratif Kecamatan Kepanjen, di sebelah barat sungai.
Jembatan Kanigoro memiliki panjang sekira 100 meter dengan lebar 10 meter, termasuk jalan setapak yang dibangun di sisi kanan dan kiri jalan beraspal dua lajur yang melintas di atas jembatan tersebut. Sebagaimana jembatan modern di tempat lain, jembatan ini terbuat dari beton dan rangka besi dan baja sebagai pondasi dan pagar di sisi kanan dan kirinya.
Pembangunan kembali Jembatan Kanigoro oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Malang, mulai dilakukan pada tahun 2013. Pembangunan ini memakan dana anggaran sebesar 17, 5 miliar rupiah yang diambilkan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Malang 2015. Proses pembangunannya sendiri memakan waktu sekitar dua tahun.
Sebelum menjadi jalan pintas bagi warga yang hendak bepergian dari Kecamatan Pagelaran menuju Kecamatan Kepanjen atau sebaliknya, jembatan ini sempat menjadi jalan bagi trem dari arah timur ke barat atau sebaliknya. Setelah trem tak lagi difungsikan, akhirnya jembatan ini menjadi jalan setapak bagi warga, sebelum akhirnya menua dimakan usia selama kurang lebih 17 tahun. Jembatan itu hanya bisa dilalui kendaraan roda dua, itu pun harus bergantian karena kondisi papan kayunya yang semakin reyot. Jembatan ini juga kerap disebut jembatan gantung lantaran ada gantungan di sisi kanan dan kiri untuk menguatkan fisik jembatan.
Ada juga cerita menarik saat proses pembangunan Jembatan Kanigoro masih berjalan selama periode tahun 2013-2015. Warga yang ingin melintas dari timur ke barat atau sebaliknya harus menyeberangi Sungai Brantas menggunakan getek atau sampan. Transportasi sungai sementara itu menggunakan alat bantu berupa tali tambang yang terhubung dari ujung timur ke barat sungai.
Fungsi getek atau sampan ini tentu untuk menarik getek atau sampan yang mengangkut warga yang menyeberang dibantu enam petugas jaga yang mengenakan sarung tangan sebagai alat bantu lain. Ada dua buah getek atau sampan, yang bisa digunakan secara bergantian dari tepian sungai satu ke tepian sungai lainnya. Untuk sekali menyeberang, warga akan dikenakan ongkos 2000 rupiah sebagai biaya perawatan.
Akhirnya, Jembatan Kanigoro diresmikan pada tahun 2015 oleh Bupati Malang saat itu, H Rendra Kresna. Selain kendaraan roda dua, kendaraan roda empat pun bisa melintas. Perlahan tapi pasti, keberadaan jembatan ini menjadi tulang punggung penggerak ekonomi warga kedua kecamatan, baik Pegelaran maupun Kepanjen. Anak-anak dari Desa Kanigoro yang bersekolah atau para pekerja yang bekerja di Kepanjen pun tak perlu memutar lewat jalur timur melalui Desa Brongkal menuju Jalan Raya Gondanglegi ataupun menempuh risiko melintasi jembatan yang sebelumnya terbuat dari kayu reyot. Sekarang mereka bebas menggunakan jembatan tersebut secara gratis.