
Penampakan Kampung Samaan (C) MALANG POST
Berbicara perkampungan tua di Malang, akan ada banyak nama kampung yang bisa disebutkan. Satu yang cukup menonjol karena berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas adalah Kampung Samaan, yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Secara geografis, wilayah Samaan memang berada di dekat DAS Brantas. Kampung Samaan memiliki salah satu ciri-ciri perkampungan tua, yakni berada tak jauh dari aliran sungai. Karena dilewati anak-anak sungai inilah yang membuat kampung tersebut bisa dibilang kampung yang subur pada masa lampau.
Suburnya daerah kampung ini membuatnya cocok dijadikan wilayah agraris. Sebagai bukti tentu banyaknya sumber mata air yang bisa ditemukan di sini. Mulai dari Sumber Waras, Kedung Kaji atau Kedung Singa, Kedung Bulus dan Kedung Sinyo.
Bukti lain yang menjabarkan Kampung Samaan sebagai perkampungan tua di DAS Brantas adalah ditemukannya sejumlah artefak. Ada artefak purbakala berupa batu lumpang (stone mortar) dan batu gores. Penemuan ini membuktikan bahwa pernah ada peradaban zaman Megalitikum atau zaman batu besar di kampung tersebut. Penemuan lain yang membuktikan kampung ini sebagai wilayah dengan taraf kebudayaan yang cukup maju adalah artefak di Situs Punden Mbah Tugu berupa Menhir atau Tugu Batu, Dolmen (Altar Sesajen), miniatur lumbung batu, dan juga lempengan emas berjumlah 29 keping. Semua barang temuan itu saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Nama Samaan berasal dari kata Sema (Bahasa Jawa Kuno/Kawi) atau Smasana (Bahasa Sanskerta) yang bisa diartikan sebagai tempat persemayaman. Berdasarkan Toponomi ini Kampung Samaan diperkirakan dulu merupakan daerah yang difungsikan sebagai tempat menyimpan jenazah untuk upacara ngaben (pembakaran mayat).
Pada masa Hindu-Budha, Kampung Samaan diduga dekat dengan wilayah Kedaton Tamwlang yang sekarang ini berada di Dusun Tembalangan, Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Kedaton ini merupakan ibu kota pertama Kerajaan Medang atau Mataram Kuno yang dipimpin Raja Mpu Sindok, sebelum kemudian dipindahkan ke Watugaluh, Jombang. Prasasti Yuryyan (pada 929 Masehi) sempat menyebutkan keberadaan Kedaton Tamwlang dalam baris terakhirnya.
Dalam masa perkembangan peradaban Islam di Jawa, Kelurahan Samaan pun pernah menjadi salah satu pusat syiarnya. Bukti nyatanya adalah didirikannya “Langgar Cangkruk” yang kini namanya berubah menjadi Masjid An-nur Celaket. Sayyid Sulaiman adalah orang yang menggagas berdirinya tempat ibadah yang juga digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia merupakan ulama besar keturunan Sunan Gunung Jati.
Untuk mengabadikan bukti perjalanan sejarah Kampung Samaan, seorang sejarawan muda bernama Deval Firmansyah menuliskannya pada sebuah buku yang diluncurkannya Agustus 2018 lalu. Devan yang merupakan warga asli Samaan, yang tinggal di RT 3 RW 7 itu, merasa terpanggil menulis mengenai situs sejarah, asal usul, hingga perjalanan Samaan sampai sekarang dalam bukunya yang berjulu Sejarah Kampung atau Kelurahan Samaan. Buku setebal 250 halaman yang ditulis oleh lulusan jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang itu sekaligus menjadi salah satu bukti kampunya merupakan salah satu permukiman tua di Kota Malang.