April 2, 2023
?>
Mitos Mbah Bajing dalam Asal Usul Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung

Mitos Mbah Bajing dalam Asal Usul Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung

Dusun Kecopokan merupakan salah satu bagian dari Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang yang kondang dengan bendungan yang menjadi surga bagi para pemancing tersebut. Tak banyak yang tahu, asal usul dusun ini berkaitan erat dengan mitos Mbah Bajing.

Dusun Kecopokan merupakan salah satu bagian dari Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang yang kondang dengan bendungan yang menjadi surga bagi para pemancing tersebut. Tak banyak yang tahu, asal usul dusun ini berkaitan erat dengan mitos Mbah Bajing.

Mitos Mbah Bajing ini diceritakan secara turun-temurun di kalangan warga setempat. Kisahnya sudah menjadi bagian dari kehidupan spiritual masyarakat Dusun Kecopokan hingga kini. Mbah Bajing sendiri dipercaya masyarakat setempat sebagai orang sakti yang datang dari Keraton Mataram. Bersama sang istri, Dyah Ayu Compo, ia datang ke kawasan dusun tersebut untuk melakukan babat alas (membuka hutan). Saat itu, wilayah dusun tersebut masih merupakan hutan belantara tak berpenghuni yang ada di dekat aliran Sungai Brantas.

Dikisahkan pula, Mbah Bajing ini masih memiliki hubungan dekat dengan Mbah Djoego, yang merupakan tokoh yang diyakini oleh masyarakat Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang sebagai orang yang babat alas di wilayah tersebut. Mbah Djoego pun dipercaya sebagai orang sakti dari Keraton Mataram. Konon, kedua tokoh itu datang bersama-sama ke wilayah Malang Selatan usai Pangeran Diponegoro tertangkap Belanda.

Dari cerita turun-temurun masyarakat Desa Kecopokan, diketahui pula jika makam Mbah Bajing terletak di dusun tersebut. Makam itu pun masih diyakini membawa berkah bagi masyarakat dusun setempat, maupun siapa saja yang mencari keberkahan dan safaat di sana.

Sementara nama dusun ini sendiri diyakini berasal dari suara kaki para ‘pelarian’ Keraton Mataram yang berjalan di aliran Sungai Brantas. Suara itu terdengar ‘kecopok-kecopok’ seperti bunyi ikan yang naik ke permukaan air. Maka, dusun tersebut dinamakan Dusun Kecopokan.

?>