
Kisah Ki Kures, Bambang Dursila dan Naga Antaboga
Ada kisah dari tepian pegunungan Tengger pada zaman dahulu kala, di mana hiduplah sepasang suami istri bernama Ki Kures dan Nyi Kures. Keduanya memiliki putra bernama Bambang Dursila yang harus mengakhiri hidup di tangan Naga Antaboga. Seperti apa kisahnya?
Bambang Dursila punya sifat buruk, yakni sangat nakal dan suka mencuri. Hal itu membuat Ki Kures dan Nyi Kures bersedih. Hingga dewasa, sifat buruk itu ternyata semakin menjadi-jadi. Tidak hanya mencuri, anaknya juga berani berjudi, bahkan merampok.
Suatu hari, Bambang Dursila memohon izin kepada Ki Kures dan Nyi Kures untuk menikah. Kedua orang tuany itu pun senng. Dalam hati mereka berharap semoga setelah menikah sifat buruk Bambang Dursila bisa hilang.
Sejak menikah, Bambang Dursila hidup bersama istrinya dan tinggal jauh dari rumah orang tuanya. Di luar harapan kedua orang tuanya, sifat buruk Bambang Dursila terbawa hingga ia menikah. Istrinya prihatin dengan kebiasaan buruk suaminya.
Kesedihan Ki Kures dan Nyi Kures pun makin menjadi. Wajah Ki Kures nampak lebih tua dari usia sebenarnya. Pekerjaan mencari kayu untuk dijual ke pasar yang setiap hari dikerjakannya menjadi semakin berat. Karenanya, pada suatu hari Ki Kures bertekad pergi masuk hutan untuk menyendiri dan berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan.
Setelah beberapa hari menyelesaikan pertapaannya, Ki Kures membakar tempatnya bertapa. Setelah api padam, tiba-tiba muncul seekor ular naga besar yang bernama Antaboga. Ki Kures ingin berlari, namun badannya seketika tidak bisa digerakkan. Ia heran bercampur takut melihat ular sebesar itu. Belum hilang rasa heran dan takutnya, ia mendengar suara, “Aki! Ada apa Aki datang kemari?”
Ki Kures menoleh ke kanan kiri untuk mencari sumber suara itu. Namun, ia tidak menemukan siapa pun. “Aki! Mengapa tidak menjawab pertanyaan saya?”
Ki Kures baru sadar jika ternyata suara itu keluar dari mulut ular naga yang sekarang sudah berada tepat di hadapannya. Ia heran melihat ular sebesar itu dapat berbicara layaknya manusia. Ia pun akhirnya memberanikan diri menjawab, “Raja Naga. Mohon maaf sebesar-besarnya karena saya telah merusak tempat tinggal Tuan! Saya baru saja bersemedi di tempat ini. Saya tidak tahu bahwa tempat ini adalah tempat tinggal Tuan. Sekali lagi, saya mohon maaf!”
“Tidak apa-apa. Saya ingin tahu, apa tujuan Aki bersemedi di tempat ini?” tanya Naga Antaboga.
Setelah menenangkan pikirannya sejenak, Ki Kures kemudian berani menceritakan keadaan dan kehidupannya sampai ia memutuskan untuk bersemedi di tempat itu.
“Apa yang engkau inginkan?” tanya Naga Antaboga.
“Saya ingin kaya supaya hidup saya tidak sengsara seperti ini,” jawabnya.
“Kalau begitu, bawakan aku air susu. Apa yang Aki minta akan saya berikan nanti.” Ki Kures langsung keluar hutan dan kembali lagi membawa segelas susu segar.
“Raja Naga, inilah susu yang Paduka minta,” kata Ki Kures.
“Segera masukkan ke mulutku!” perintah Naga Antaboga.
Ki Kures masih tetap gemetar berhadapan dengan ular besar itu. Namun, mengingat keinginannya untuk hidup enak, ia pun memberanikan diri segera memasukkan susu itu ke mulut Naga Antaboga.
“Pejamkan matamu sejenak,” perintah naga itu lagi.
“Sekarang, buka matamu. Ambillah dari mulutku apa yang engkau butuhkan” kata Naga Antaboga.
Ki Kures tercengang keheranan hingga matanya tidak berkedip sama sekali. Ia melihat benda-benda berharga di dalam mulut Naga Antaboga. Tanpa berpikir panjang, Ki Kures langsung mengambil beberapa potong emas, berlian, permata, dan barang berharga lainnya. Setelah merasa sudah cukup, Ki Kures memohon diri untuk pulang. Tidak lupa ia mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada Naga Antaboga.
Bersambung..
Sumber: Cerita Rakyat Dari Malang – Wahyudi Siswanto & Sisbar N