
Kisah Ki Kures, Bambang Dursila dan Naga Antaboga (2)
Ada kisah dari tepian pegunungan Tengger pada zaman dahulu kala. Ada sepasang suami istri bernama Ki Kures dan Nyi Kures yang memiliki putra bernama Bambang Dursila. Putra semata wayang pasangan itu harus menghembuskan nafas terakhirnya di tangan Naga Antaboga karena ulahnya sendiri.
Pada kisah sebelumnya diceritakan Ki Kures membawa pulang benda-beda berharga pemberian Naga Antaboga usai memberinya segelas susu segar. Naga raksasa itu ditemuinya usai bertapa di hutan.
Sesampainya di rumah, Nyi Kures sangat heran melihat suaminya menunjukkan benda-benda berharga yang dibawanya.
“Aki, dapat dari mana benda berharga sebanyak ini?” tanya istrinya. Ki Kures pun menceritakan peristiwa yang terjadi di hutan.
“Yang penting, jangan memberi tahu siapa pun, agar tidak menimbulkan rasa iri pada yang melihatnya. Biarpun kaya, kita harus tetap tampil sebagai orang miskin. Ini pesan saya,” kata Ki Kures.
“Baiklah,” jawab Nyi Kures.
Sejak itu, kehidupan pasangan ini mengalami perubahan. Sebelumnya, setiap hari mereka cuma makan nasi dan ikan asin, itu pun jika ada. Setelah pulang dari hutan, mereka dapat menikmati segala macam makanan yang enak-enak. Kondisi badan mereka pun banyak berubah. Jika dulu badan mereka kurus kering, sekarang gemuk dan terlihat lebih muda.
Apa yang dialami Ki Kures dan Nyi Kures berbeda dengan kehidupan Bambang Dursila dan istrinya. Akibat sifat buruknya, keadaan keluarga Bambang Dursila menjadi semakin berantakan. Lebih malang lagi, saat ini istrinya sedang hamil muda.
Pada suatu hari, istri Bambang Dursila tiba-tiba mengidam. Ia minta dibelikan cincin. Bambang Dursila kebingungan, karena tidak memiliki uang sama sekali. Ia kemudian memutuskan untuk pergi dan minta uang kepada orang tuanya.
“Bapak, tolonglah saya, Pak! Istri saya sedang mengidam , tapi saya tidak punya uang. Kalau boleh, saya pinjam, barangkali Bapak punya simpanan uang,” kata Bambang Dursila.
“Dur, Dur.. Keterlaluan sekali nasibmu. Itulah akibatnya jika suka berjudi, di mana pun pasti tidak bisa menyimpan rezeki. Bahkan, mencari rezeki juga susah sekali. Contohnya adalah kamu sendiri.” kata Ki Kures.
“Maaf, Bapak! Saya sendiri tidak tahu, mengapa garis hidup saya menjadi orang miskin. Saya perlu uang secepatnya, Pak! Tolonglah untuk kali ini, saya pinjam uang Bapak dulu,” ia memelas.
Ki Kures mendadak teringat pada Naga Antaboga di hutan. Ia berniat memberitahukan keberadaannya kepada sang putra.
“Kalau kamu mau berjanji tidak meneruskan perbuatanmu, saya akan menunjukkan padamu jalan untuk mendapatkan rezeki,” ujarnya.
“Baiklah, kalau begitu,” sambut Bambang Dursila dengan senyum semringah.
Setelah diberi tahu oleh bapaknya, tanpe lama-lama berpikir, Bambang Dursila langsung menuju hutan sembari membawa segelas susu segar. Ia segera melakukan apa yang ditunjukkan oleh bapaknya.
“Saya putra Ki Kures. Salam hormat dari Bapak. Ini susu untuk Tuan Naga, saya bawakan dari rumah,” kata Bambang Dursila.
“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya naga itu.
Bambang Dursila pun menceritakan keinginannya kepada Naga Antaboga.
“Masukkan susu itu ke mulutku, kemudian ambillah benda-benda berharga yang engkau inginkan dalam mulutku,” kata Naga Antaboga.
Melihat begitu banyaknya barang berharga di dalam tubuh sang naga, muncul niat busuk Bambang Dursila, “Kalau hanya mengambil dengan tangan, boleh jadi hanya sedikit yang saya peroleh. Sebaiknya naga ini saya bunuh. Tentu semua barang berharga itu dapat aku miliki,”
Bambang Dursila segera menghunus sebilah pedang yang biasa dibawanya ke mana-mana. Secepat kilat, pedang itu ditebaskan ke tubuh Naga Antaboga. Ternyata, si naga sudah memiliki firasat bahwa Bambang Dursila akan berbuat jahat kepadanya. Bersamaan dengan terayunnya pedang, ekor Naga Antaboga juga melayang menghantam tubuh Bambang Dursila. Seketika, tubuhnya terlempar, lalu terkapar dan tewas karena matanya terkena sabetan ekor sang naga.
Sementara itu, Ki Kures dan istrinya yang menunggu kedatangan Bambang Dursila menjadi cemas, lantaran hari makin sore, dan sang putra tak kunjung pulang. Karena khawatir terjadi hal buruk, Ki Kures segera menyusul ke hutan. Betapa terkejutnya ia saat melihat tubuh anaknya tergeletak tak bernyawa di tempat Naga Antaboga.
Dengan perasaan yang bercampur aduk, Ki Kures menghadap Naga Antaboga. Ia menanyakan perihal Bambang Dursila. Sang naga menceritakan semua yang terjadi pada putra Ki Kures. Naga Antaboga mencoba menghibur Ki Kures agar tidak bersedih dengan kematian Bambang Dursila. Menurutnya, kelak Ki Kures akan memiliki anak lagi yang sifatnya lebih baik. Ki Kures tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa terasa air matanya meleleh di pipinya.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita rakyat ini adalah orang yang berbuat baik akan mendapatkan hadiah atas kebaikannya, sedangkan orang yang mempunyai maksud jahat pasti akan mendapat hukuman. Selain itu, kita harus tetap hidup sederhana dan tidak sombong sekalipun memiliki kekayaan.
Sumber: Cerita Rakyat Dari Malang – Wahyudi Siswanto & Sisbar N