Maret 22, 2023
?>
Sejarah Lokalisasi Suko, Diwarnai Pasang Surut (C) YOUTUBE

Sejarah Lokalisasi Suko, Diwarnai Pasang Surut (C) YOUTUBE

Warga Malang Selatan mungkin tak asing lagi dengan nama Suko, sebuah lokalisasi yang saat ini sudah resmi ditutup tak boleh beroperasi oleh Pemerintah Kabupaten Malang. Sejarah lokalisasi Suko yang ada di wilayah Kecamatan Sumberpucung itu diwarnai pasang surut.

Cerita bermula pada sekitar tahun 1960-an, banyak bertebaran germo tempat pelacuran di sudut-sudut desa di Kecamatan Sumberpucung. Tercatat ada delapan germo yang eksis saat itu, yang lokasinya menyebar di hampir seluruh desa di kecamatan tersebut. Ada germo Pak Sirman di Dusun Suko, Bu Tasmi di Ngrancah, Pak Ndimun di Ngebruk kulon stasiun, di Jatiguwi ada di jalan menuju ke Mentaraman, Pak Munajab di Pakel Sumberpucung, Mbok Sinap di Cengkek (dekat SMEA PGRI Sumberpucung), Mbok Saminah di Sumberayu Karangkates, dan Pak Nyono di Slorok.

Bisnis haram ini sempat bubar jalan saat meletusnya peristiwa Gerakan 30 S/PKI. Rumah-rumah prostitusi itu bubar, lantaran penghuninya yang ketakutan memilih pulang ke kampung halaman masing-masing. Kevakuman ini berlangsung selama dua tahun saja. Pada tahun 1967, setelah situasi politik dan keamanan kembali stabil, anak Pak Sirman bernama Suparman kembali mengaktifkan bekas rumah prostitusi milik bapaknya di Dusun Suko.

Kebangkitan Suko ternyata ‘menginspirasi’ germo-germo lain di wilayah Kecamatan Sumberpucung yang sempat vakum. Bahkan, usaha gelap ini menjamur lebih banyak ketimbang sebelumnya, dengan indikasi lahirnya germo-germo anyar. Jumlah germo yang tadinya cuma delapan, setelah kebangkitan Suko menjadi 16.

Semakin banyaknya tempat-tempat prostitusi itu ternyata tak mendapatkan sambutan baik dari warga Kecamatan Sumberpucung. Mereka yang merasa resah kemudian melaporkannya kepada pihak pemerintah kecamatan. Mereka khawatit keberadaan germo-germo itu membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan sekitarnya, dan menyebarnya penyakit kelamin. Situasi itu memaksa Pemerintah Kabupaten turun tangan dengan membuat kebijakan agar germo-germo itu ditempatkan dalam satu lokasi alias melokalisir mereka ke suatu tempat yang dinilai jauh dari lingkungan masyarakat.

Pada tahun 1972, Muspika Kecamatan Sumberpucung memutuskan untuk membubarkan Germo-germo yang bertebaran di sudut-sudut desa di wilayah mereka. Langkah selanjutnya, para germo itu dilokalisir di dua lokasi pelacuran, yaitu Slorok dan Suko. Kedua dusun itu dianggap lokasinya terpencil dan jauh dari pemukiman warga.

Lokalisasi Suko terletak di tengah sawah di Dusun Suko, Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung. Tempat prostitusi itu berdiri di atas tanah negara bekas jalan poros Sumberpucung-Kalipare yang sudah terputus setelah jembatannya ditenggelamkan akibat proyek pembangunan Bendungan Sutami.

Meski letaknya terpencil, lokalisasi ini lama kelamaan berkembang pesat. Banyak Pekerja Seks Komersial (PSK) dari luar Malang yang mengadu nasib ke tempat ini. Setelah komplek pelacuran ini populer, ada desakan dari berbagai pihak untuk membubarkannya pada tahun 1999. Keputusan Kepala Desa Sumberpucung saat itu membuat masyarakat yang tidak senang dengan keberadaan tempat prostitusi itu merasa lega.

Pembubaran lokalisasi Suko di satu sisi mematikan rezeki beberapa kelompok yang turut terkena dampaknya. Misalnya saja para tukang becak yang biasa mengantar pelanggan menuju lokalisasi yang letaknya di tengah sawah. Mereka mengaku pendapatannya berkurang drastis setelah Suko ditutup. Selain itu, keluhan datang dari para tukang cuci, tukang pijat, penjual berbagai macam kebutuhan, dan lain-lain yang terpaksa kehilangan pekerjaan.

Para ‘korban’ ditutupnya lokalisasi Suko akhirnya mendatangi balai desa Sumberpucung untuk berunjuk rasa. Mereka menuntut agar Kepala Desa Sumberpucung membuka kembali lokalisasi Suko. Namun, Kepala Desa tetap bergeming tidak memberi izin beroperasinya kembali lokalisasi itu.

Pasca era reformasi, para mucikari masih tak mau berputus asa meski gagal melobi Kepala Desa Sumberpucung. Mereka kemudian mengadakan pendekatan kepada Kamituwo untuk kembali mengaktifkan lokalisasi Suko. Pelan-pelan, lokalisasi itu bangkit kembali, meskipun tanpa ada izin resmi dari Muspika. Meskipun terbilang ilegal, toh pemerintah daerah akhirnya hanya bisa tutup mata atas keberadaannya.

Menariknya, Bupati Malang memberi izin pendirian bangunan untuk perumahan penduduk di atas sempadan saluran irigasi Dusun Suko pada tahun 2004, dengan jangka waktu selama dua tahun terhitung sejak 17 Maret 2004. Izin pendirian bangunan itu diberikan kepada 79 orang. Dalam praktiknya, bangunan-bangunan tersebut digunakan untuk praktik germo ilegal di eks lokalisasi Suko.

Sepuluh tahun berselang, Bupati Malang menutup semua lokalisasi yang ada di wilayahnya pada tahun 2014, termasuk lokalisasi Suko. Sejak saat itu, rumah-rumah yang biasa digunakan praktik prostitusi berubah wajah menjadi tempat karaoke, kafe, dan tempat pijat.

?>